"Hai ... Krist, kita ketemu lagi!"
"Phurin?"
Krist mengerutkan dahinya lembut. Cukup terkejut saat mendapati Phurin menggunakan seragam sekolah yang sama dengan miliknya, terlebih pria bermata sipit itu sudah berdiri dihadapannya. Beda halnya dengan Phurin yang kini memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana. Ia memandang krist dengan senyuman sumringah seolah bertemu dengan teman lama; walaupun hanya beberapa kali mereka bertemu.
Semua mata memandang mereka dengan penasaran. Jelas, mereka hanya bingung saja, bagaimana bisa Krist yang notabene anak baru dan Phurin, si anak yang menjadi perbincangan barusan itu saling mengenal.
"Kau disini?" tanya Krist merasa heran.
"Aku memang bersekolah disini."
Terkejut hingga membulatkan matanya sempurna. "Benarkah? Tapi—" Krist menggaruk kepala yang berhiaskan rambut merahnya itu bingung. Pasalnya selama bersekolah disini, Krist tidak melihat keberadaan Phurin sama sekali.
Sedang Phurin hanya menyunggingkan senyumannya.
"P'Phurin?" sebuah suara menginterupsi mereka. Krist menoleh mendapati Pluem yang kini berdiri disampingnya. "Kau kembali ...," lanjut Pluem dengan seulas senyum tersemat diwajahnya.
.
.
.
Chimon kembali merasakan perasaan terancam ketika ia mendapati lagi tempelan kertas di pintu lokernya. Kali ini bukan sebuah kata-kata, hanya ada sebuah gambar yang cukup membuatnya tercengang. Gambar orang-orangan dengan tali yang menggantung leher; orang bunuh diri. Gambar itu terbuat dari crayon berwarna merah. Chimon tak mengerti kenapa ada orang seiseng ini padanya. Dia segera melepas tempelan itu dan segera keluar dari ruang loker menuju kelas, mengingat bel masuk baru berdentang.
Ia berjalan, sembari membawa kertas itu. Chimon melamun menatap lantai, memikirkan siapa pelaku yang mengancamnya seperti itu. Hingga langkahnya terhenti ketika ia menatap sepasang sepatu hitam dalam pandangannya.
Chimon mengangkat arah pandangnya dan terkejut saat didepannya saat adalah orang yang pernah berurusan dengannya.
"Hai, apa kabar?"
Satu sapaan membuat Chimon menegang. Ia menoleh ke kanan kiri tak ada siapapun. Hanya ada beberapa siswa berlalu lalang menuju kelas masing-masing. Chimon menelan salivanya begitu berat. Tangannya tanpa sadar mengepal hingga membuat kertas yang dipegangnya kusut.
"P'Phurin ...," lirihnya dengan lidah kelu.
Phurin tersenyum amat lebar pada Chimon. Ia tak segan-segan meraih pundak Chimon dan memeluknya. Chimon semakin menegang kala Phurin berbisik pada telinganya.
"Aku kembali ...."
Chimon tersentak dan segera mendorong tubuh Phurin. Tanpa babibu lagi Chimon segera meninggalkan Phurin yang terkekeh melihat kekasih Singto itu tunggang langgang menjauh darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Venus di Bulan Oktober [Singto X Krist - Sudah Terbit]
Fanfiction[Sudah Terbit] PERAYA FANFICTION Krist bad boy dan Singto si pembully. Bagaimana kalo mereka bertemu? Bukan cerita tentang bad boy yang jatuh cinta dengan good boy atau sebaliknya. Hanya seorang pemberontak yang mencoba bertahan di tengah pesakitan...