Krist melangkah mundur dengan mata berkaca-kaca. Dia menggelengkan kepala tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Tatapan kecewa dia tujukan pada Nat
"Kit ...," Nat mendekati Krist.
"Kenapa P'Nat melakukan ini? Aku selalu percaya padamu, Phi. Apa semua orang memang tidak menyukaiku?" lirih Krist.
"Kit, bukan begitu Sayang. Dengarkan aku!" Nat meraih kedua bahu Krist namun pemuda itu menyentak tangan Nat.
"Aku pulang," pamit Krist tanpa menatap Nat lagi. Dia berbalik dan meninggalkan nat yang masih memanggilnya.
Di dalam bus, Krist masih mengalirkan air matanya. Rasa kecewanya masih menyeruak. Dia masih ingat bagaimana dia waktu itu membuka matanya tersadar dari koma, pertama kali yang dilihat adalah Nat. Pria yang bersedia mengasuhnya ketika sang Ayah tak menghiraukan keberadaannya.
Tanpa Krist sadari sebuah mobil mengikuti bus yang di tumpanginya. Mobil Nat. Dia takut jika Krist melakukan hal-hal aneh mengingat keadaannya sedang emosional dan tak stabil. Nat sampai rela meninggalkan rumah sakit demi mengikuti Krist.
Sampailah pada area kompleks kediaman Sangpotirat, Krist turun dari mobil. Berjalan sekitar beberapa meter untuk menuju rumahnya. Nat melihat Krist yang berjalan gontai. Ingin sekali rasanya dia mendatangi Krist menyuruhnya pulang ke apartemennya.
"Apa dia akan baik-baik saja pulang ke rumah?" Nat melirik jam tangannya, pukul 4 sore. "Semoga P'Jack belum pulang," gumamnya.
.
.
.
Krist memasuki rumahnya, keadaannya sangat sepi saat itu. Hanya ada maid yang berlalu lalang mengerjakan pekerjaan rumah. Tanpa menoleh lagi, ia menuju kamarnya. Segera melempar tubuhnya pada kasur empuk miliknya yang sudah beberapa hari tak di tempatinya. Terasa dingin namun Krist merindukan kamarnya ini.
Penat menghampirinya ketika pikirannya melayang pada apa yang terjadi seharian ini. bertengkar di sekolah, pembicaraannya dengan Phurin, dan yang paling mengejutkan adalah keadaannya yang ternyata begitu parah.
Krist ingin sekali menertawakan kehidupannya. Benar-benar seperti lucu, dia sudah lelah dengan lelucon yang ditunjukkan dunia padanya. Dunia yang menyembunyikan kebahagiaannya, hanya ada rasa sakit yang selalu didapatinya. Dia juga iri dengan Chimon yang mendapatkan perhatian penuh dari ayahnya, memiliki ibu, banyak teman, kekasih yang selalu membelanya.
Tidak sepertinya yang selalu disalahkan, diejek, dipukul, bahkan ia merasa jika dia tak pantas hanya untuk berpijak pada bumi untuk sekedar mencari bahagia.
Perlahan, Krist merasakan kantuk. Tanpa mengganti seragamnya yang masih kotor akibat air jeruk yang disiram oleh Chimon, dia pun akhirnya memejamkan mata. Dia butuh istirahat sejenak.
.
.
.
Tawa, ayunan, dua anak kecil, tangan yang bertaut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Venus di Bulan Oktober [Singto X Krist - Sudah Terbit]
Fanfiction[Sudah Terbit] PERAYA FANFICTION Krist bad boy dan Singto si pembully. Bagaimana kalo mereka bertemu? Bukan cerita tentang bad boy yang jatuh cinta dengan good boy atau sebaliknya. Hanya seorang pemberontak yang mencoba bertahan di tengah pesakitan...