[20] Kerinduan

1.3K 187 107
                                    

"Akh!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Akh!"

Krist memekik kesakitan kala Singto menarik bahunya dengan kencang. Reflek Singto melepaskan tangannya dan Krist memegangi bahunya sembari meringis perih.

"Maaf, kau tak apa?" tanya Singto penuh kekhawatiran. Dia pun kembali menyentuh bahu Krist namun si empunya menampis tangannya dengan kasar.

Krist menatap tajam pada Singto. Sial, luka bekas cambuknya tersentuh dan rasanya sakit sekali. Sedangkan Singto yang ditatap seperti itu jadi salah tingkah merasa bersalah.

"Maumu apa, sih?" tanya Krist dengan nada jengkel.

"Aku ... katakan ya atau tidak, apakah kau Kit teman masa kecilku dulu?"

Krist terdiam sejenak, dia menatap Singto dengan tatapan menyelidik. Dia saja tak ingat siapa yang menjadi teman kecilnya. Krist tak akan percaya begitu saja jika pria dihadapannya ini adalah anak kecil yang selalu hadir dalam mimpinya.

Dia menghela nafas kasar. "Tidak. Kau salah orang!"

Singto termangu mendengar jawaban Krist. Tanpa bersuara lagi, Krist kembali membalikkan badannya meninggalkan Singto yang masih menampakkan raut terkejutnya. Walaupun Krist mengatakan tidak tapi entah kenapa hatinya seolah berbisik padanya jika Krist adalah temannya di masa lalu.

Dalam pandangannya, punggung Krist semakin menjauh. Singto menghela nafasnya. Ia rasa untuk mendekati Krist pasti sangat sulit mengingat betapa dingin dan keras kepalanya pria itu. Padahal dia sudah sangat penasaran, dia butuh jawaban yang pasti, apakah Kit-nya adalah Krist?

.

.

.

Krist sudah berjalan menjauh, dan Singto mengekor padanya. Dia tampak risih apalagi dengan beberapa siswa yang menatapnya dengan heran. Tak satu atau dua siswa bahkan saling berbisik membicarakan mereka.

Setelah kejadian di atap, ia kira pergi dari sana adalah keputusan yang tepat untuk menghindari pria tan tersebut. Nyatanya, salah. Singto mengikuti langkahnya.

Kini Krist membeli minuman favoritnya—pinkmilk—di kantin. Saat hendak mengulurkan uang untuk membayar, tiba-tiba saja ada tangan yang terlebih dulu mengulurkan uang pada ibu penjual tersebut.

"Aku akan mentraktirmu," ucap Singto dengan santai.

"Kau pikir aku tidak mampu membayar minumanku sendiri, begitu?"

Mendengar suara dingin Krist membuat Singto harus menelan salivanya. Baru kali ini dia merasa kecewa ketika mendapati sikap dingin oleh lawan bicaranya. Biasanya dia akan terpancing emosi jika ada yang bersikap seperti itu padanya.

"Kupikir dengan begini kita bisa bicara," balas Singto.

Krist melirik pada seluruh suasana kantin, semua menatapnya. Kristpaling malas jika menjadi pusat perhatian seperti ini. belum lagi di salah satu sudut meja ada Chimon, New, dan Earth yang menatap tak suka padanya.

Venus di Bulan Oktober [Singto X Krist  - Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang