[7] Krist dan Perasaannya

1.4K 196 88
                                    

"Aku sudah berbicara dengan Kepala Sekolahmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku sudah berbicara dengan Kepala Sekolahmu ....."

Krist menolehkan kepalanya dan mendapati Nat yang kini sudah berdiri disampingnya. Saat ini keduanya tengah berada di area parkir sekolah. Krist menyandarkan tubuhnya pada motor sportnya yang masih terparkir rapi.

Nat melepas kacamatanya dan mengelapnya sebentar, lalu mengenakannya lagi. Krist mengamati tiap gerak-gerik pria yang berhadapan dengannya. Dalam pandangannya, memakai atau tidak memakai kacamata pun Nat terlihat tampan berkharisma. Sial, hanya seperti ini saja Krist terpesona oleh adik ibunya tersebut. Sedang Nat kembali menatapnya dengan dalam.

"Beliau mengatakan kau harus merubah penampilanmu. Keadaanmu yang seperti ini akan menimbulkan pro dan kontra di sekolah. takutnya akan semakin banyak siswa yang mengikuti gayamu. Itu akan mencoreng nama baik sekolah. Kau tidak ingin kan, jika sekolah milik—"

"Tidak perlu disebutkan!" potong Krist.

Nat menghela nafasnya. "Baiklah. Hanya saja, aku harap kau menjadi orang yang lebih baik, Krist. Setidaknya di depan mata Ayahmu, tunjukkan jika kau bukan pembuat onar."

"Tapi nyatanya aku hanyalah seorang anak pembuat onar yang tak diinginkan kehadirannya!"

"Ayahmu sebenarnya menyayangimu, Krist."

Krist tersenyum remeh. "Tapi dia lupa caranya, karena sekarang dia hanya melihat keluarga barunya saja," sahutnya dengan nada lugas.

Nat tak tahu lagi harus bicara apa pada Krist. Keponakannya ini cukup keras kepala. Selalu membantah jika dinasehati.

"Dan juga ... bagaimana bisa P'Nat datang kesini?" tanya Krist dengan tatapan penuh selidik.

"Aku terkejut ketika mendapat telpon dari sekolahmu, kurasa Ayahmu kali ini menyerahkanmu padaku untuk sebagai wali muridmu," jelas Nat.

Tak ada jawaban hingga hening beberapa menit. Krist hanya menatap sepatunya sedang Nat menatap Krist dengan dalam.

"Jika tidak ada lagi yang dibicarakan, lebih baik aku pergi," gumam Krist.

Sret!

Nat segera menangkap lengan Krist ketika pria imut itu hendak meraih helmnya. Krist melihat pada lengannya. Nat yang tersadar pun melepaskan pegangannya.

"Kau ... tidak apa-apa? Apa ini sakit? Sangat sakit?" Nat bertanya sembari mengulurkan tangannya menyentuh memar di wajah Krist.

"Ahh ... shhh," Krist mendesis sampai mengernyitkan dahinya dalam menahan rasa sakit.

"Kau bahkan mimisan," gumam Nat saat netranya mendapati bekas darah di sekitar lubang hidung Krist.

"Aku tak apa, Phi!" Krist menampis tangan Nat.

"Bagaimana bisa kau bilang seolah ini baik-baik saja, jika nyatanya kau tidak pernah baik-baik saja, Kit?!" ujar Nat penuh penekanan.

Ada gurat khawatir yang kuat disana. Krist memalingkan muka tidak tahan menatap wajah Nat yang sangat mengkhawatirkannya. Ia tak bermaksud membuat pria itu cemas, hanya saja sakit dan luka sudah menjadi temannya sehari-hari.

Venus di Bulan Oktober [Singto X Krist  - Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang