Jadi, anggap saja hari ini adalah hari yang membahagiakan bagi Krist. Dia yang kembali bersekolah, bisa bertemu anak-anak asuhnya, dan satu lagi yang membahagiakan; kebebasannya kembali.
Motor sport kesayangannya sudah kembali. Krist tak tahu harus mengkspresikan dirinya seperti apa. Krist dan motornya itu sudah seperti soulmate.
Sejak kebebasannya yang terakhir hilang, karena motor sport kesayangannya yang disita oleh ayahnya, Krist benar-benar merasakan yang namanya bosan. Pulang sekolah, mampir ke anak-anak asuhnya, lalu pulang. Hanya itu kegiatannya.
Sekarang, dia bisa melanglang buana menjelajahi suasana malam hingga venus menampakkan wujudnya. Krist tak sabar mengatakan pada Mean jika dia siap untuk turun ke jalanan. Dia tak peduli dengan apa yang terjadi pada tubuhnya. Asal dia menemukan kebahagiaannya dan kebebasannya, itu sudah cukup untuknya.
"Krist ...."
Seseorang memanggilnya ketika dia baru saja memarkirkan motornya di parkiran sekolah. Krist menolehkan kepalanya setelah dia melepas helm full face-nya. Manik hitam kecoklatan itu mendapati Plan yang kini mendekat kearahnya.
"Wah, Krist akhirnya kau masuk sekolah lagi dan kau membawa motormu lagi! Tapi ... tumben kau memakai kacamata?"
"Apa urusanmu?"
Krist berlalu meninggalkan Plan yang kini mengekor padanya. Seketika beberapa siswa menatapnya dan berbisik. Krist hanya tersenyum miring tak begitu kentara. Dia sudah menduga hal ini sebelumnya, pasti jadi bahan perbincangan.
"Ih, Krist diapain juga keren, ya? Pakai kacamata pun tetap ganteng."
"Padahal penampilan culun tapi dia jauh dari kata culun. Heran, deh!"
"Dia sakit? Kok, wajahnya pucat?"
Langkahnya sontak terhenti bersamaan dengan smirk yang pudar tergantikan oleh senyum miris. Bahkan orang lain pun melihatnya seperti orang sakit.
Sedetik kemudian wajahnya menampakkan raut yang tak biasa. Seperti menahan sesuatu yang membuatnya menelan saliva banyak-banyak.
Krist memutar langkahnya menuju toilet dengan tergesa. Sedangkan Plan yang juga menghentikan langkahnya hanya mampu menatap punggung Krist yang sudah menghilang dari pandangannya dengan kerutan di kening.
"Kenapa dia?"
Di toilet, Krist memuntahkan semua cairan bening kekuningan pada washtafel di depannya. Perutnya terasa tak nyaman dan badannya seketika lemas hingga membuatnya berpegangan pada pinggiran washtafel.
Krist menatap wajahnya sendiri. Diamatinya secara seksama wajah yang semakin tirus dengan warna kulit teramat pucat. Dia membuka keran air dan membasuhnya pada wajah setelah dia melepas kacamatanya. Berharap setelah mencuci muka wajahnya menjadi segar.
Tangannya meraba mencari letak kacamatnya karena pandangannya yang memburam.
"Kau mencari ini?"
Seseorang menunjukkan kacamatanya. Krist segera memakainya agar dapat melihat dengan jelas. Singto sudah berdiri di hadapannya dengan senyum membuat Krist terperangah sejenak.
"Untuk apa kau kesini?" Krist merubah ekspresinya dengan cepat dan menatap Singto tak suka.
"Aku memang mau ke toilet. Apa tak boleh?"
Krist diam dan memalingkan mukanya tak ingin menatap wajah Singto. Bukannya dia tak mau melihat wajah yang sialnya tampan itu, namun entah kenapa, sejak beberapa hari ini pria tan didepannya selalu mampir dalam pikirannya. Rasa debar yang tak pernah ada kini menjadi ada dan nyata saat pria ini mendekatinya.
Dia jatuh cinta?
a/n:
Seriusaaannn.... Selama nulis ini ekspresiku gini 😐😐😐
Dari siang tadi aku nulis sampek ini tadi ga dapet feelnya sumpaahh....
Jadi kalo ada yg aneh, janggal, khayal, typo dan sekawanannya monmaap yakk wkwkwkwk25/Okt/18'
KAMU SEDANG MEMBACA
Venus di Bulan Oktober [Singto X Krist - Sudah Terbit]
Fiksi Penggemar[Sudah Terbit] PERAYA FANFICTION Krist bad boy dan Singto si pembully. Bagaimana kalo mereka bertemu? Bukan cerita tentang bad boy yang jatuh cinta dengan good boy atau sebaliknya. Hanya seorang pemberontak yang mencoba bertahan di tengah pesakitan...