Allah berfirman :
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً ۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ
"(Mereka berdoa), Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 8)----------------------
Hijrah adalah hal yang mudah. Istiqomah yang susah, oleh sebab itu lingkungan dan kawan harus mendukung untukmu yang saat ini merangkak menuju Jannah.
Aliyah, adek sepupuku yang baru saja memutuskan untuk berpurdah. Berusaha memantapkan hati dan jiwanya untuk memulai hijrahnya.
Seusai berbincang di kantin, Nata segera pulang dan meninggalkanku sendirian di meja menunggu Aliyah. Di sela waktu senggangku, kurapalkan ayat al-qur'an dengan suara yang hanya bisa kudengar.
Lambaian seorang gadis bercadar di sudut kantin menyunggingkan senyumku. Aku beranjak menghampirinya. Kami berjalan pulang menyusuri trotoar jalan.
"Mbak.. Rasanya aku belum percaya diri mengenakan ini. Banyak cibiran "
Lagi lagi aku tersenyum menanggapi.
"tenanglah.. Kamu pasti bisa. Wamaa 'indallahi khoir. Sesungguhnya di sisi Allah lebih baik bukan? Kalau yang kamu lakukan ini kamu rasa baik dan bisa menjaga kehormatanmu. Kenapa tidak?, " terangku lembut padanya.
Ia mengangguk mantap.
"ustadz barunya jadi belum tau wajahku deh hehe, " kata Aliyah iseng.
"loh bukannya bagus ya, dia jadi bisa menundukkan pandangan karena parasmu yang manis ini, " ucapku seraya mengelus kepalanya.
"hmm iya juga mbak ya.. Semoga ustadz Rizki bisa menjadi calon imamku kelak. Aamiin, "
"Aamiin.., " aku mengamini doanya.
Halte bus terlihat 5 meter lagi. Kami berhenti berbincang dan memilih tempat duduk. Menunggu bus.
Ah, lagi lagi kenangan itu melintas pesat di depan mataku. Adam.. Adam.. Dan Adam.. Tak adakah sosok lain yang bisa mengalihkannya dari pikiranku. Entahlah, aku mencobanya tapi tak bisa. Inginku tak memikirkan sosok lelaki, siapapun itu. Aku tak ingin berharap, tapi hati kecilku selalu menginginkan itu. Berjuang bersama Adam menuju jalanNya. Rasa yang salah? Entah. Aku tidak tau pasti.
Berawal dari percakapan singkat di aplikasi whatsapp, bertukar pikiran mengenai agama. Astagfirullah.. Itu salah. Tak seharusnya aku melakukan itu dengan lawan jenis. Tapi apalah dayaku, imanku masih lemah jauh dariNya. Berkhalwat lewat percakapan yang tak ku tau setan telah menyusup diantara kami berdua.
Di sepertiga malam. Di sela kami bercakap Adam mengajakku berkomitmen menjalankan sholat malam. Qiyamullail. Membaca qur'an. Di awal perjalanan hijrahku, siapa yang tidak semangat kalau ada sosok kawan yang mengajak kepada kebaikan?
Sepintas aku mengaguminya. Ia mampu menjawab pertanyaanku walau tak seluruhnya aku dapat langsung paham. Tapi semua terasa, aku tidak sendirian. Ada yang menuntun.
Duh, rasanya ingin menangis melihat kelakukan bodohku kala itu.
Hafsah, kau harus lebih baik dari hari kemarin, rutukku dalam hati.
"Mbak Hafsah, kok nglamun? Nglamunin apa hayo?, " kata Aliyah mengagetkanku. Aku kepergok melamun.
"bukan apa apa, " sahutku singkat.
Aliyah mengangguk perlahan. Menatap keluar jendela. Beberapa saat kemudian kernet berkoar ria memberi info tempat turun berikutnya. Kami beranjak dari tempat duduk. Turun tepat di halte dekat pesantren.
Pukul 11.00, aku sampai di ruanganku. Sebentar lagi dhuhur, aku harus bergegas menuju masjid menerima setoran muroja'aah para santri putri.
Ya Rabb, istiqomahkan diriku..
Aku mengelus dada. Mencoba bersabar atas rasa yang bersemayam disana. Menunggu saat dimana semua kan halal pada waktunya.
Inshaa Allah, maa fii walbi ghairullah... Ucapku.
Tok tok tok, suara pintu di ketuk.
Aku beranjak dari tempatku rebahan.
"Assalamualaikum nduk.., " ustadz Heri datang ke ruanganku.Masyaa Allah ada apa ini?
"waalaikumussalam pak.. Iya silahkan, " aku meripit ke pintu. Tak berani keluar.
"tak usah. Bapak disini saja. Nanti kamu tidak usah menerima setoran anak anak sementara ini. Soalnya sudah ada ustadz rizki yang menggantikanmu. Kau fokus belajar dengan Aliyah saja tak apa, dan kalau bisa bantu untuk menertibkan santri putri, " terang ustadz Heri.
Aku mengiyakan. Lalu beliau pergi.
Ustadz Rizki? Aku berpikir sejenak.
Kutepuk jidatku perlahan. Oh, mungkin yang dimaksud adalah ustadz ganteng kata Aliyah itu. Aku tertawa geli. Membayangkan sosok Aliyah yang tergila gila terhadap ustadz baru itu.
Adzan berkumandang dan aku sudah tepat berada di masjid putri. Di sela adzan dan iqomah sepintas Adam bertamu lagi dalam pikiranku.
Ya Rabb, cinta memang fitrah yang kau anugerahkan pada makhlukMu. Tolong jaga hatiku agar selalu mencintai dan mengingatMu Ya Rabb. Jika Adam baik untuk menjadi imamku kelak. Maka persatukan kami. Jika tidak, maka jauhkan dengan cara yang baik.
Iqomah pun di kumandangkan lalu sholat berjamaah dengan khusyu'. Lantunan surat Al Kafirun berdengung merdu di kepalaku. Menambah ke khusyu'an.
Setelah selesai, giliran waktu muroja'ah yang di pandu oleh ustadz baru Rizki. Ku lihat sekilas wajahnya.
Masyaa Allah.. Astagfirullah... Dia lelaki yang menangkapku di perpustakaan pagi tadi?!
Ustadz Rizki?!!
Kami tertangkap basah dalam satu pandangan. Sebentar kemudian saling membuang muka.
Kenapa? Kenapa harus ustadz Rizki Tuhan?
Hatiku meracau.
Assalamualaikum sahabat fillah..
Tetap Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan utama ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Inshaa Allah [END ✔️]
RomanceAdakah rasa penyesalan yang lebih besar dari salah mengkhitbah? atau berada pada cinta yang salah. sebuah kesabaran dan ketabahan yang diuji dalam kehidupan. "Menantimu di ujung do'a. Entah bagaimanapun akhirnya, Tuhan selalu punya rencana untuk ki...