Dulu (1)

291 26 39
                                    

Jika sekadar kagum, mungkin mudah mengakuinya terang terangan.

Tapi jika kagum bercampur cinta yang dalam
Ia akan bungkam sebungkam bungkamnya
Menyembunyikan cemburu serapat rapatnya
Menjadi perindu yang segengsi gengsinya

-Inshaa Allah-Wattpad#Wattys2018

--------------------------------------

Ada apa gerangan? Kenapa ia menghubungiku. Aku jadi cemas, penuh pertanyaan.

Ya, dengan Adam, aku menjadi sosok yang terkadang juga memaki rindu ini. Rindu ini curang, terus bertambah tanpa tau caranya berkurang. Jika rindu, cepat cepat aku mengucapkan Maafi qalbi ghoirullah..

Tapi ternyata rindu juga terlalu jahat padaku, tiba tiba datang tanpa memberi salam dan melesat merasuk ke dalam jiwaku.

Aku tak berdaya, saat kepalaku di otak atik sebuah kenangan yang kami buat dahulu kala.

Ya, dulu sewaktu kami bersama berada di satu kota yang sama, Solo. Tempat dimulainya rasa, tempat berubah, dan tempat berpisah pula.

Aku bertemu dengannya, berjumpa dan kami diam seribu bahasa. Komunikasi singkat cukup itu itu saja. Dan kami menikmatinya.

Ya Rabb, maafkan aku yang dulu.

Usai istirahat sejenak di masjid, kami pergi mencari sarapan. Tapi tentunya, menunggu guide kami tercinta. Mas Adam menyuruh kami menunggu dan berjalan dekat dengan tempat yang sangat kukenal.

Danau kampus, tempat ia mengirim media via WA yang kuingat jelas rekaman itu direkam di malam hari. Dan aku tersenyum bahagia melihat tempat itu secara nyata.

Kenangan dalam kenyataan aku menyebutnya. Aku berjalan melewati jembatan danau, merasai tali penyeimbang jembatan. Membayangkan saat mas Adam mengirim video itu, bercerita tentang dosen kampus, mengumpulkan laporan, masuk kelas yang ternyata dilantai atas, dan naik liftnya harus antri, haha. Ah, aku tersenyum mengingat itu semua.

"Mbak Hafsah gila?, " tanya Angga,adekku.

Perusak suasana. Hm, lucu. Mungkin ia melihatku tersenyum dan tertawa kecil sendiri. Aku menggeleng pelan. Ya, rasa bisa membuat orang lupa.

Tak berselang lama, sebuah mobil datang, mas Adam membuka kaca jendela. Ia pesan grab untuk mengantar kami ke suatu tempat. Kemana?

Dulu ketika kami bercakap via WA, dia pernah bertanya.

"uda pernah makan nasi liwet? "

"belum pernah"

"mmm wajib nyobain, itu adalah makanan terenak di dunia menurut aku"

Aku terkekeh pelan.

Dan usai berada di tempat tujuan, kami turun.

Kalian tau kita sedang apa?
Aku, Nata, Angga dan mas Adam berjalan kaki ke warung. Mas Adam berjalan di depan, dan kami di belakang. Diam! Tanpa suara. Kadang aku selalu bercakap remeh kepada Nata sobatku.

"Nat nat.. Tengok.. " ujarku sambil menunjuk

"apa?, " sahutnya sambil menggendong ransel yang sepertinya berat. Haha

"itu namanya mobil, "

"udah tau!, " Nata menjawab sebal.

Aku meneruskan perjalanan. Menatap Angga yang pandangannya lurus dengan tatapan 'yauda lah terserah mau kemana'

"dek dek.." panggilku

"mmm... " sahutnya cuek

"itu namanya tiang," ujarku sambil menunjuk tiang merah di sebelah perempatan.

Inshaa Allah [END ✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang