Dulu (4)

224 23 1
                                    

Aku merasa menjadi seorang istri, batinku.

Malam itu aku segera tidur. Merebahkan diri dan hati. Mengistirahatkan pikiran atas semua hal yang aku sendiri tak mengerti.

Kau tau? Potongan potongan puzzle kebenaran berserakan dalam kepala. Sebuah logika berkata bahwa aku baik baik saja, padahal yang kulakukan.

Salah semua.

*****

Hujan gerimis mengecup pelan bumi
Datang perlahan bersama aroma dingin

Sunyi

Sepi

Di malam yang dingin ini
Sajadah kuciumi berkali kali

Ya Gusti..
Air mataku mengalir membasahi bumi
Bersama doa yang kubisikkan

Ya Gusti..
Ijinkan aku kembali

Merangkai kata yang kusut dalam diri

Gusti...

Aku

Berserah diri

-Inshaa Allah-

Aku terduduk merapalkan hafalanku. Merenungi sesuatu yang samar dan tak ku tau.

Pagi itu, aku berjalan keluar penginapan.

Sebuah perjalanan yang berisik. Kenapa berisik? Sebab, hatiku terus saja berkata ini itu. Pikiranku berpikir begini begitu. Rencana perjalanan dan liburan terus bersahutan di dalam kepalaku. Perjalanan kemana lagi aku kali ini?

Aku menemui sebuah warung, kubeli beberapa sayuran seperti kacang, tempe, dan minyak goreng serta bumbu dapur. Persis emak emak. Hmm.

Ah, sudahlah. Toh, ini aku juga makan kan?

Aku pulang ke penginapan. Mendapati Nata usai berganti baju di kamarnya.

"beli apa?, " tanya Nata

"nih, kacang, tempe, "

"makan mentah?, " tanyanya

"ya elaah... Masak mentah. Ya dimasak lah. Kan di dapur ada kompor tuh. Kita masak yuk, " ajakku.

"males aku, ntar nyusul deh ya.., "

Aku bergegas ke dapur. Memotong kacang dengan peralatan seadanya. Minimnya bumbu membuatku harus memutar otak untuk menciptakan masakan sederhana ini menjadi enak.

Kucacah bawang merah dan putih yang tersisa di dapur, menyiapkan kacang yang sudah di cuci bersih untuk dimasukkan ketika tumisan bumbu tercium harum.

Nata menyusulku di dapur.

"Nat, gak ada cabe, " kataku sambil fokus memasak

"ada, "

"mana?, " kata Nata sambil menunjuk penyewa lain yang berpakaian kurang bahan.

"husshh.. Itu cabe cabean, " aku tertawa

"yang penting cabe kan?, " gelaknya

"yah masak Angga sama mas Adam makan sambil nonton gituan. Malah tambah dosa, " kataku.

"pedesnya gimana ya?, " kata Nata sambil memandang ke atas. Aduh! Anak ini.

Kami memasak dengan tenang. Untungnya Nata masih mau membantuku.

Semangkok tumis kacang dan beberapa tempe goreng siap. Tinggal nasi yang belum, mungkin kami akan membelinya.

"nih, beri ke abangmu itu sah, " kata Nata sambil menyodorkan mangkuk kecil berisi tumisan kacang.

Inshaa Allah [END ✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang