Semua masa lalu dengan mas Adam masih tersimpan rapi dalam memori kepalaku. Kejadian yang memalukan menurutku.
Meskipun begitu, sudah lama kita tak bertukar kabar. Ah, jika dilakukan maka hati akan terus banyak berharap. Jadi, lebih baik tidak usah kan?
Pukul 7 aku bersiap menyiapkan bekal untuk ke kampus, aku memang jarang makan diluar. Terserah mereka menganggapku seperti apa. Yang jelas, makanan ini halal dan aku nyaman saja.
Berbeda dengan kebanyakan mahasiswa diluar sana yang lebih memilih makan di resto Kafe dan semacamnya.
Yah, ujung ujungnya pasti nongkrong dan ngobrol sana sini. Dengan alasan mengerjakan tugas bahkan sampai larut malam.
Bekal siap dengan gulungan telur, campuran nasi dengan rumput laut, dua perkedel dan oseng sawi menghiasi kotak kecil makananku.
"aduh.. Manisnya bekalku, jadi tak tega buat makan , " aku bermonolog sendiri. Mengembangkan senyum terbaikku untuk keluar pondok menuju kampus.
Ku ketukkan ujung kaki kananku menyamankan kaki memasuki sepatuku.
Pagi ini cerah dengan Ustadz Rizki berjalan bersebarangan denganku. Menatapku.
Hah? Tunggu!
Ustadz Rizki?! Di pondok putri?
Oke baiklah itu berlebihan, tunjukkan sikap profesionalmu Hafsah.
Aku menegakkan badan guna menyiapkan diri berpapasan dengan Ustadz Rizki.
"Assalamualaikum Ustadzah, " sapa ustadz Rizki dulu dengan senyumnya yang entah bisa meruntuhkan gedung setinggi 100 lantai.
"Waalaikumussalam ustadz," aku sepintas memandang wajahnya, lalu berpaling sebentar.
"mau ke kampus?, "
"eh iya, " aku mengangguk kikuk
"mau bareng saya? Sekalian, saya juga mau kesana?, " tawarnya.
Oh Tuhan, fitnah apa lagi yang lebih besar selain dari wanita!, jeritku dalam hati
"iya nduk, ndak apa. Nanti sekalian kamu antar undangan bareng nak Rizki, " suara berat bersumber di belakang Hafsah. Abah tersenyum dan berjalan penuh wibawa diantara kita.
"nak Rizki baik kok nduk, sekalian saja... Ndak apa.., "
Jika Abah saja sudah berkata demikian, apa kuasaku untuk menolak.
"mmm.. Iya.. Abah..., " aku tersenyum
"Mari Abah... Kami permisi dulu, ayok ustadzah, ke gerbang belakang. Mobil saya disana, permisi Bah.. Assalamualaikum, " pamit ustadz Rizki.
"Waalaikumussalam waroh matulloh, "
Abah mengangkat tangan kanan kepada kami. Mempersilahkan untuk segera berangkat ke kampus.
Setelah itu dengan perasaan yang berbeda dari sebelumnya, aku berjalan mengikuti ustadz rizki di belakang.
Balutan kemeja santai kotak kotak berwarna keabuan dipadu dengan celana longgar serta kopyah hitam bertengger di kepalanya. Aku jadi berpikir yang tidak tidak.
Sadarlah jomblo! Kembali di kenyataan!
"mbak Hafsah mau berdiri di depan mobil saja?, ndak masuk?, " tegur ustadz Rizki, berada di pintu sebelah mobil.
Eh? Aku tergagap.
"Oh iya iya..., " aku tersadar karena waktu yang tak terasa saat sudah sampai di depan mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inshaa Allah [END ✔️]
RomanceAdakah rasa penyesalan yang lebih besar dari salah mengkhitbah? atau berada pada cinta yang salah. sebuah kesabaran dan ketabahan yang diuji dalam kehidupan. "Menantimu di ujung do'a. Entah bagaimanapun akhirnya, Tuhan selalu punya rencana untuk ki...