Hatiku Berteriak!

363 30 11
                                    

Kenapa? Kenapa harus Ustadz Rizki Tuhan?

Aku tenggelam dalam kepanikanku. Sedikit tak konsentrasi muroja'ah Al-Qur'an.

Ah!  Tidak. Aku harus fokus. Bagaimanapun caranya.

Tapi sekali lagi tidak!  Bayangan di perpustakan. Matanya.

Astagfirullah.. Setan berhasil melancarkan panahnya melalui pandangan ini.

Ya Allah.. Aku berlindung dari godaan setan.

15 menit kemudian berlalu, seiring perjalanan hatiku menolak pikiran yang digambarkan setan tentang Ustadz Rizki. Aku jadi berpikir yang tidak tidak.

Paras tampan, seorang hafidz yang terlihat lemah lembut. Tak heran mengapa santri putri tergila gila dengannya. Sungguh syukur yang bagaimana lagi mengungkapkan rasa jika mendapat suami idaman sepertinya. Tapi aku terjebak pada perasaanku sendiri. Aku menunggu Adam!

Kenapa kau anugerahnya cinta ini padaku sebelum waktunya Tuhan?

Aku bergegas menuju dapur. Baru dua langkah aku meninggalkan pintu masjid Ustadz Heri memanggilku.

"Hafsah!, " panggil ustadz Heri.

aku berjalan menghampiri beliau, menunduk. Sepintas kulihat Ustadz Rizki berada tepat dibelakang beliau. Ada apa?

"iya ustadz, " balasku sambil memilin ujung mukenaku. Aku mengenakan cadar bandana poni saat itu.

"Nanti kamu data anak anak yang qur'annya lancar. Kita akan melayat di salah satu wali santri yang tiada. Kamu dan Aliyah ikut ya, saya tunggu di rumah. Ba'da Ashar kita berangkat, " terang Ustadz Heri.

Aku mengangguk mengiyakan. Masih kikuk jika berhadapan dengan Ustadz Rizki. Ah, sudahlah. Toh, itu juga hanya kecelakaan yang tak disengaja. Aku pergi, ke tempat Aliyah.

"Wah.. Memang ini jodoh mbak... Aku jadi bisa bersama dengan Ustadz Rizki, " kekeh Aliyah sambil menulis data santri.

"hey, tak boleh lah.. Ntar kalau dosa bagaimana hayo..  Katanya mau jadi si sholehah. Menundukkan pandangan itu bukan hanya lelaki, tapi wanita juga, " tuturku

"Masyaa Allah iyaa.. Bu ustadzah Hafsah, setiap malam aku berdoa mbak.. Siapa tau nanti beliau menjadi jodohku. Aku nikah muda juga tak apa kok mbak hehe..  Nikah di usia 23 tahun, ntar kalau aku nikah mbak aku undang. Pasti jadi tamu spesialku,"

"hadudu...kamu itu bahas nikah mulu..  Hihi, sudah selese apa belum nulisnya. Ditunggu bapak, aku tak ke ruanganku dulu. "

"oke mbak, " sahutnya melanjutkan menulis.

Ya Rabb, apa aku salah menunggu sosok salah seorang hambamu yang sedang berjuang menghalalkanku disana?
Ingatanku masih merekam jelas tindakan ceroboh yang kulakukan. Saat aku dan Adam mulai bercakap lebih di waktu lain selain di sepertiga malam. Kami berkhalwat ya Rabb. Astagfirullah..

Ada canda diantara kami yang tak sengaja. Iya,  receh. Tapi membuatku tertawa.

-adam-
Aku belum tau namamu

-aku-
Nanti kamu akan tau

-adam-
Kapan?

-aku-
Entah

-adam-
Ketika menemui walimu?

Ddeeg...  Siapa yang tak tersentuh jika ditanyai demikian. Bayanganku mulai merambah ke yang tidak tidak. Sosok suami, sosok istri. Ah, kenapa lagi aku ini.

-aku-
Mm.. Aku pamit dulu. Besok hari terakhir ujian sekolah. Do'akan.

-adam-
Inshaa Allah aku selalu mendoakan untukmu dari sini. Semangat ninja!

Inshaa Allah [END ✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang