Dulu (2)

258 24 10
                                    

Entahlah, mungkin semacam keajaiban bahwa seringkali ketulusan yang ada dalam batin seseorang menjelma sinar yang tak pernah pudar di wajah. Padahal mungkin rupa dan penampilanmu biasa saja. Tapi kau indah. Cerlang. Itulah mengapa pada pertemuan pertama kita aku langsung menganggapmu sebagai seseorang yang akan kuabadikan selamanya dalam rinduku.
-

InshaaAllah-wattys2018

-------------------------------------------------------------

"Dek Hafsah.., "panggilnya

"i-iya, " aku gelagapan.

"ayok buruan.. Panggil temen sama adekmu, kita ke ruang tunggu, " ucapnya ramah.

Duh.. Kenapa jadi salah tingkah gini sih.

Aku segera ke tempat Nata dan Angga, memberi tahu dan kita segera naik kereta.

Setelah masuk ke kereta kami memposisikan diri berdekatan. Tentunya aku dekat dengan Angga dan Nata.
Tiket yang kami pesan adalah tiket berdiri. Jadi, selama kurang lebih 2 jam perjalanan ke Jogja kami seperti tiang yang menggantung.

Ya! Ninja bertopang gantungan kereta.

Suasana sedikit padat saat itu. Para penumpang berjejalan masuk. Untung keretanya ber Ac. Coba kalau tidak, wajahku pasti mengap mengap di balik cadar.

Dan masalahnya disini adalah..

Aku terlalu pendek untuk berpegangan pada gantungan kereta!

Alhasil aku merapat ke dekat Angga dan memegagi ranselnya. Hehe.

Kereta melaju pelan dan konstan. Aku stabil.

Hingga pada akhirnya Angga merusak suasana dengan kebelet buang air kecil. Dia pergi ke toilet. Kereta masih terus berjalan dan aku terhuyung ke depan. Puk! Kepalaku terantuk ransel seseorang.

Ranselnya Mas Adam!

Ia menoleh sambil cekikikan, tangan kirinya menggantung lalu tangan kanannya membenarnya kacamata. Aku tau senyumnya terbesit disana.

Diposisiku yang seperti itu aku mencoba mencari pegangan. Kursi penumpang di sisi kiri jadi santapan. Tapi naas, saat kereta berhenti di salah satu stasiun, tanganku menyaruk kepala orang yang duduk itu. Aduh!

"maaf mas.. Maaf... Astagfirullah.. Maaf ya.. Gak sengaja, " ucapku memelas.

Mas mas yang tadi memaafkan dan membiarkanku. Aku jadi merasa bersalah.

Mas Adam melirikku.

"pegangan itu lo, " katanya seraya mengulas senyum dan melempar pandangan pada gantungan kereta.

Aku mencoba meraihnya.

Hap!

Sial aku tak sampai!

Kuraih perlahan... Syuuutt...

Tak ada hasil. Bahkan jinjitpun malah menyulitkanku. Aku menggembungkan pipiku. Sebal.

Inshaa Allah [END ✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang