29

332 11 0
                                    

Cukup lama juga aku menghabiskan waktu tanpa merajut aksara, hari-hariku terjerat rutinitas, hampir seluruh waktu kugunakan untuk logika.

Ini adalah cerita tentang kemarin-kemarin yang tak sempat kuceritakan kemarin. Tentang aku, dia, hujan, dan segala kejutan semesta.

Pertama, aku adalah salah satu diantara banyak manusia yang menyukai hujan. Kala itu kotaku diguyur hujan deras sehingga menciptakan bising namun menenangkan, sebab hujan juga, sebagian orang yang sudah tidak punya aktivitas disitu menunda kepulangannya, termasuk aku dan teman-teman, begitu juga dia dan teman-temannya.

Kedua, aku tidak akan menceritakan kisah klasik tentang hujan yang pernah menahan dia ditempat itu, kemudian kami bercerita panjang lebar sama dengan luas. Tidak juga tentang aku dan dia yang sengaja bermain hujan dan saling tertawa. Tidak, aku terlalu kaku untuk itu.

Lalu apa yang spesial perihal hujan, kamu, dan dia? Kutebak, dia melepaskan jaketnya lalu memasangkannya ketubuhmu bak drama klasik sebuah film? Oh tidak juga kawan, dia saja tidak memakai jaket pada saat itu. Lagi pula mana mungkin lelaki coolest macam itu bersikap romantis unyu (romanyu) seperti demikian.

Ketiga, ini hanya kisah sederhana tentang kami. Aku, dia, dan teman-teman yang sengaja menerobos hujan untuk menuju Rumah Allah. Ya, waktu Zuhur tentu tak akan dilewatkan begitu saja hanya karena hujan. Lagi pula, Mesjid tak terlalu jauh dari tempat belajar kami.

Sebelumnya kami ditempat yang berbeda, aku bertemu dia dipersimpangan menuju kesana. Bahkan hampir tak menyadari keberadaanya karena terlalu fokus untuk cepat sampai tanpa basah-basahan, jika temanku tak menggodaku mungkin aku tidak tahu siapa yang berlari gagah didepanku itu.

"Eh dia tuh ngeliatin kamu ciee" goda temanku.

"Mana?" Aku hanya menjawab santai sembari mengulum senyum.

Lalu kudapati dia yang sudah mengalihkan pandangan, dan fokus berlari kecil ditengah derasnya hujan, sama, aku dan teman-teman pun begitu.

Aku pun berlari kecil, bercampur degup didada yang membuatku kesulitan bernapas kala berlari tepat dibelakangnya. Aku tak peduli lagi baju yang basah, yang kurasa hanya bahagia, bisa menuju rumah pencipta bersamanya, meski tak sengaja. Hingga tak terasa, kami sudah sampai ditempat yang dituju. Dan saling mencari-cari  kesempatan untuk saling curi-curi pandang.

Hanya itu sekelumit kisahku hari itu, yang kutulis memang tak sebaik yang ada dikepala. Bagimu mungkin biasa saja, tapi bagiku lebih dari biasa.

Narasi Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang