#7

7K 1.6K 370
                                    

Bisa revisi dikit. Maaf deh kalo kurang hohoho~

Mari budayakan vote dulu sebelum membaca ya~


Happy reading~




Rasanya aku baru tiba di penitipan anak tetapi kenapa aku sudah disambut oleh tangisan anak. Mungkin ini bukan kejadian yang tak pernah terjadi, tapi hal ini sering terjadi terlebih di hari pertama sang anak masuk. Mataku memicing dari kejauhan karena tangisan itu berasal dari depan kelasku.


Melihat Seung Kwan muncul dari depan kelasnya, jemariku yang menggandeng Ji Han mendadak terlepas. Mataku sempat terkejut karena takut Ji Han lari ke tempat yang tak aku duga, tapi ternyata ia berlari ke arah Seung kwan. Ia terlihat tertawa riang saat berlari ke arah Seung Kwan, dan Seung Kwan juga terlihat sumringah langsung menyambut Ji Han dalam pelukannya.


Melihatnya seperti ini, rasanya Ji Han seperti melupakan siapa orang tuanya.


Apa dia lebih menyukai Seung Kwan?


Jadi orang tuanya itu siapa?


"Noona. Anak asuh di kelasmu menangis sejak tadi." Unjuk Seung Kwan dengan dagunya itu ke arah kelasku, ia tak bisa menunjuk dengan tangannya karena tengah asyik memeluk Ji Han dalam dekapannya.


"Kenapa?" heranku karena masih sedikit terhalang lalu lalang para orang tua yang mengantar anaknya ke dalam kelas.


Seung Kwan menaikan bahunya sekilas, "Entahlah. Aku tak bisa kesana karena aku juga harus mengurus anak-anak di kelasku."


Mendengus pelan karena harus disambut hal seperti ini, mau tak mau akupun segera mendatangi sumber suara itu berasal. Melewati ramainya para orang tua dan anak, mataku langsung tertuju pada seorang pria berambut coklat tengah mengusap punggung seorang anak.


"Jeon Hae Won. Kenapa menangis?" kejutku menyadari anak perempuan itu menangis dan langsung berlutut di sebelahnya.


Kuusap punggungnya dan menyadari aku mendatanginya, Hae Won-pun kini beralih memeluk leherku. Dibalik punggung Hae Won aku dapat melihat jelas seorang pria berambut coklat itu, ia memiliki tulang pipi yang besar dan melihat wajahnya entah mengapa aku merasa seperti melihat seekor hamster.


"Kau siapa?" tanyaku curiga pada pria itu.


Ia sedikit kelabakan, "Aku yang mengantar Hae Won kesini." Ucapnya terdengar panik karena aku mencurigainya.


"Kau siapanya Hae won?" lagi aku tak percaya begitu saja.


"Aku teman Appa-nya. Aku mengantarkannya kesini karena Appa-nya ada jadwal penerbangan pagi." Jelasnya dengan nada masih begitu panik.


"Teman Won Woo?" ulangku masih memicing memandang pria itu dan iapun langsung mengangguk mantap. "Siapa namamu? Aku akan menanyakannya pada Won Woo." Tanyaku dan mengeluarkan ponselku untuk mencoba menghubungi Won Woo.


Sebenarnya ini hanyalah ancaman. Aku bahkan sudah tak menyimpan lagi nomor ponsel Won Woo. Tak ada salahnya menggunakan ancaman ini. Sejak aku mengganti ponselku, aku tak pernah menyimpan nomor ponselnya. Aku tak ada niatan sedikitpun untuk menyimpannya, karena kami sudah tak memiliki hubungan apapun.


Tapi saat ini, aku adalah guru pembimbing anaknya.


Kesalahan terbesar kalau aku tak menyimpan nomor ponsel orang tua anak-anak yang berada dalam bimbinganku. Kontak orang tua sangat dibutuhkan disini terlebih disaat darurat. Mungkin kali ini aku bisa merutuki kebodohanku.


S I R E N || Yoon Jeong Han & Jeon Won WooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang