Part 9: Quid Pro Quo

31.7K 1.6K 73
                                    

I'll have a hectic week ahead dan gak janji bisa update rutin, so... gue melanggar janji ke suami tercintah dengan meng-update during weekends. Next chap ada target vote nya yaa... have a good read guys..

---


I've been searching for you. All of my life where have you been?

- Lenny Kravitz, Again



Oliver memaksa Linda memberitahukan alamatnya sehingga Ia bisa memastikan Linda benar – benar tiba di rumah dengan selamat. Entah mengapa perasaannya mengatakan ini bukan yang pertama kalinya bagi Linda mengalami kekerasan fisik seperti yang baru saja ia saksikan tadi. Karena alih – alih tampak takut, Linda lebih terlihat malu saat Oliver dan Ayu menemukannya tadi.

Mereka sampai di kontrakan Linda di daerah Setiabudi sekitar jam 7 malam. Sekitar rumah Linda tampak sepi membuat Oliver memutuskan untuk ikut turun dari mobil bersama Linda.

"Thanks untuk tumpangannya." Ucap Linda di depan pintu rumahnya.

"You're welcome" jawab Oliver. "Dan karena saya tahu kamu tidak akan mempersilahkan saya masuk, maka saya akan mempersilahkan diri saya sendiri untuk masuk." ucapnya sebelum akhirnya Ia mendahului Linda untuk masuk ke dalam kontrakannya.


[OLIVER]

Aku masuk ke rumah Linda yang mungil dan minimalis. Kalau melihat cara dia menata rumah, tampaknya Linda termasuk jenis perempuan yang praktis dan sangat fungsional.

"Rumah kamu oke" ucapku saat memutuskan untuk duduk di sofa depan TV.

"Rumah Kontrakan, it's not mine" jawab Linda singkat sebelum menaruh tas tangannya di atas meja dan berjalan ke arah dapur. Gak lama dia kembali dengan 2 gelas kosong, 1 botol Belvedere dan sebuah asbak.

"Saya gak bermaksud ngusir, tapi saya gak ngerti kenapa Bapak mengundang diri Bapak sendiri untuk masuk kemari" ucapnya langsung. See, I've told ya, perempuan satu ini bukan tipe yang suka berbasa – basi. Suits her just fine.

"Saya lapar" Jawab ku singkat sambil membuka aplikasi food ordering di ponsel. "I'm ordering pizza." Lanjutku tanpa ditanya. Half lies. Aku memang lapar, tapi aku tinggal karena sebenarnya aku khawatir.

Linda berdecak tidak suka di depanku, dia menggenggam waslap berisi es batu di tangannya sebelum menempelkan waslap tersebut ke bekas tamparan di pipinya yang kini berwarna pink sambil meringis.

"Sakit?" tanyaku prihatin.

"Udah biasa." Jawabnya singkat. Apa maksudnya udah biasa coba?

"Yang tadi itu siapa?" tanyaku gak bisa menahan diri.

"None of your business." Jawabnya lagi.

"It is my business when it happens in front of me Linda. Kalo kamu gak mau cerita, well.. I will eventually find out anyway. Kamu gak lupa kan aku siapa" Jawab ku sombong.

"Yah, ngapain dong nanya kalo emang Bapak bisa cari tau sendiri." ucapnya bete.

"Oliver" ucapku spontan.

"What?" tanyanya bingung.

"You can call me Oliver saat kita diluar kantor. Panggilan Bapak terdengar terlalu resmi." Ucapku lagi.

HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang