Sampe mid march, jadwal update gue berubah jadi weekend or senin ya guys.. Lagi gak memungkinkan untuk nulis pas weekdays *syedih*
---
They wanna know, who's that girl? La, la, la, la...
- Eve, Who's that girl
[LINDA]Setelah segar sehabis mandi, gue turun kebawah. Perut gue keroncongan, udah hampir jam 9. Ya ampun, gue gak pernah makan semalam ini. Gue rasa gue bisa makan orang saking laparnya.
Salah satu pelayan Oliver sempat datang tadi dan nanya apa ada yang bisa dia bantu buat gue, bikin gue beneran ngerasa gak nyaman. Gue terbiasa mengurus diri gue sendiri, keberadaan pelayan di sekeliling gue justru bikin gue gelisah. Gue akhirnya malah nyuruh dia turun dan istirahat.
Lantai bawah rumah Oliver sudah mulai sepi saat gue turun, beberapa lampu mulai dimatikan dan udah gak keliatan lagi pelayan yang berkeliaran di dalam rumah. Thanks God! Eh, tapi gak juga ding, dengan ketiadaan siapapun justru bikin gue bingung dimana sebenernya letak ruang makan nya. Oliver sama sekali gak mengajak gue keliling rumah tadi, jadi jangan salahin gue kalo gue sekarang beneran bingung.
Gue menatapi sekeliling gue dengan bingung dan malah mendekat ke arah dinding yang penuh dengan foto. Ada foto Oliver, River, bokapnya Oli, wanita cantik yang sangat mirip dengan Oliver yang gue rasa adalah nyokapnya, foto Oliver bareng Aric, Adrian, dan satu orang pria lagi bersama mereka dengan wajah teramat imut serta banyak foto seraut wajah cantik yang tidak gue kenal. Wanita cantik dan sexy yang mendominasi frame – frame yang berjejer di sepanjang dinding ruang keluarga Oliver itu berambut pirang, bermata sayu dan memiliki senyum yang menawan. Who is she? batin gue penasaran.
*Source: Chanel Wang You Tube playing Chopin Nocturne No. 20 in C Sharp Minor, Op. Posth.
Suara denting piano yang samar – samar terdengar bikin perhatian gue teralih. Perlahan karena kaki gue masih sakit, gue mengarahkan kaki kesana. Gue tau nada ini, ini pasti salah satu gubahannya Chopin. Cuma orang sedih sama orang depresi yang seneng mainin lagu – lagunya komposer besar satu itu. Gue sendiri lebih prefer Rachmaninoff yang lebih garang.
Gue mengikuti arah suara dan menemukan Oliver sedang memainkan piano sambil memejamkan mata, dan demi apapun gue gak bisa ngelepasin mata gue dari dia. Bilang gue mainstream, tapi gue rasa cewek manapun bakalan kelepek – kelepek kalo liat cowok yang jago banget mainin alat musik kan? Nah, itu gue saat ini. Gue masih benci sama apa yang Oliver lakuin ke gue di malam itu, tapi gue akui gue terpesona ngeliat dia di balik piano kayak gini. Dia... jadi keliatan ganteng banget.
Oliver membuka mata setelah lagu berakhir dan langsung bertatapan dengan mata gue yang ternyata sudah berair. Lagu itu, cara Oliver memainkannya, beneran kerasa sedih banget.
"Kamu kenapa?" tanya Oliver saat dia berdiri dan menghampiri gue. Tangannya yang besar menghapus air mata gue yang gak bisa berhenti mengalir.
"Lagunya sedih banget" jawab gue jujur.
"Bodoh" cela Oliver sambil mengacak rambut gue. "Ayo makan."
Gue mengikuti langkah Oliver dengan mata merah sehabis nangis. Ruang makan Oliver ternyata ada di sebelah ruang piano tadi. Walau habis nangis, tapi gue langsung meneteskan liur menatap menu yang ada di meja. Yep, my mood swings in the speed of a light kalo urusan makanan emang.
"Saya selalu prefer western food, tapi dari pengalaman makan sama kamu, kayaknya kamu penggemar masakan Indonesia. Jadi, malam ini kita makan Chinese food, biar adil. Besok – besok kita giliran antara western dan Indonesian." ucap Oliver sambil menyendok nasi. Gue mengikutinya.
"Don't forget to pray Linda" ucapnya lagi saat gue mau mulai makan. Gue memutar bola mata gemas, beneran lupa kalo prince charming satu ini beneran taat berdoa.
Bentar, gue barusan bilang apa? Charming? I did not say that right?
"Kamu kenapa?" tanya Oliver saat gue tidak kunjung melahap makanan gue padahal sudah selesai berdoa dari tadi.
"Eh... nggak" jawab gue gugup sambil mulai menyendok. "Aku.. gak nyangka kamu bisa main piano." Ucap gue mengalihkan pembicaraan.
Oliver tersenyum di depan gue.
"Do you know it is not easy to born rich?"
Ini maksudnya dia lagi nyombong apa gimana sih? Gue menatapnya datar.
"Each and every one of us who was born rich, at least orang – orang yang saya kenal sih, we have to master at least 1 alat musik, 1 seni bela diri, dan 1 bahasa asing selain bahasa inggris. Belum lagi tata krama, table manner et cetera and so forth" cerocosnya lagi.
Gue mengangguk, mulai paham.
"So kamu bisa main piano, aku tahu Aric jago main gitar, kalo Adrian?" tanya gue kepo.
Oliver mendengus gak suka walau akhirnya menjawab ketus "Adrian main drum"
Hah?
"Seriously?" tanya gue memastikan.
Oliver mengangguk di depan gue. Well that's unexpected. Si kaku lempeng Adrian mainnya drum? Si beringas Oliver mainnya piano. Ini gak kebalik? Gue terkikik geli membuat Oliver menatapku penasaran.
"Kamu bisa bela diri apa?" tanya gue penasaran sambil mulai makan. "Aku tau Aric jago tae kwon do, dia nyimpen piala kejuaraannya di kantor".
Oliver menggelengkan kepala sambil tersenyum geli, "Beneran? dasar tukang pamer. Saya serius di Wushu."
Gue mengangguk lagi walau gak ngerti wushu itu apa. Itu apaan sih guys?
"Dan... bahasa asing yang kamu kuasai adalah...."
"Habisin makanan kamu Linda, jangan ngobrol terus" ucap Oliver saat melihat isi piring gue yang masih setengah sedangkan priringnya sudah bersih.
Gue mendengus kesal sambil mulai menghabiskan makanan gue, membiarkan pertanyaan tadi tidak terjawab.
Gue yakin gue sedang bermimpi buruk karena gue terus menerus terbangun. Gue yakin gue gak ngigau tapi gue ngerasa yakin gue denger suara orang teriak walaupun sayup – sayup. Bahkan suara hujan yang cukup deras diluar gak bisa menutupi suara teriakan yang gue denger. Setelah beberapa kali mencoba mengacuhkan tapi gak berhasil, gue akhirnya memutuskan untuk bangun.
Sambil memakai kimono buat nutupin baju tidur gue yang tipis, gue mulai beranjak keluar kamar untuk nyari suara teriakan tersebut. Suara yang ternyata berasal dari kamar Oliver di sebrang kamar gue.
Gue butuh waktu beberapa menit untuk memutuskan masuk atau nggak ke dalam kamar Oliver, tapi suara teriakan yang konstan dari dalam kamar akhirnya bikin gue gak bisa menahan diri untuk membuka pintu kamar yang ternyata gak terkunci dan masuk ke dalam. Dan apa yang gue temuin di dalam bikin gue ternganga kaget.
Disana, diatas ranjang, Oliver tidur meringkuk bagaikan bayi. Kedua tangannya memeluk dirinya sendiri dan badannya penuh dengan keringat. Dan yang terparah adalah teriakannya. Oliver berteriak dalam tidurnya, melolong keras dan terdengar sangat kesakitan. "Ally.. Ally please don't leave. Ally.. Ally no.. No.. please don't hurt her. No.. Noooo..."
Gue terkesiap, malam ini untuk kesekian kalinya gue mendengar nama Ally disebut, Who is she?
---
Well, do you really wanna know girl? like, seriously?
Mau bintang kecilnya ya kakak..
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbeat
RomanceWarning 21+ Highest rank #1 in CEO (24 Dec'18), rank #1 in office (18 sept'19), rank #1 in work (2 oct'19), rank #2 in chicklit (12 feb'20), rank #1 in bahasa indonesia (6 oct'20) "I know what i want when i saw one" ucap Oliver tegas sambil menatap...