Tell me how I'm suppose to breath with no air
- Jordin Sparks, No Air
[LINDA]
Oliver narik tangan gue dengan kuat dan membuat gue harus berlari mengejar langkahnya yang panjang – panjang keluar dari laundry ala-ala nya Valian. Gue bilang ala – ala karena hanya Tuhan yang tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam Laundry tersebut.
Gue bisa mendengar suara teriakan Valian memanggil Oliver di belakang kami, tapi saat Oliver mengangkat tangannya pertanda Ia tidak mau mendengar apapun lagi, Valian dan anak buahnya berhenti mengejar kami.
Oliver menjalankan mobilnya dengan terburu – buru seolah Ia akan mati kehabisan udara jika ia masih ada di tempat itu sedetik lebih lama saja.
Melihat wajahnya yang sangat keruh dan tegang gue memutuskan untuk menahan rasa penasaran dan memutuskan untuk diam sepanjang perjalanan. Gue bahkan gak bertanya kenapa dia gak ngarahin mobilnya ke rumah gue dan malah melaju terus sampai ke arah Bogor.
Kita akhirnya berhenti 2 jam kemudian di sebuah pondok yang sangat asri di daerah Puncak.
"Ini rumah siapa?" tanya gue gak bisa lagi menahan diri untuk tetap diam.
Di sebelah gue Oliver terhenyak kaget sambil menatap gue bingung.
"Linda? Kok kamu disini?" tanyanya bingung.
Gue lebih bingung lagi. Dia amnesia apa gila sih? Gue menatapi dia heran.
Oliver memejamkan mata sambil mengurut dahinya pelan "Sorry.. saya bikin kamu bingung, It happens sometime when I'm blank"
Gue mengernyit dengernya. Dari tadi dia blank? Selama nyetirin kita dari Jakarta Utara ke Puncak banget? Shit! Untung kita selamat sampai sini.
"Masuk deh" ucapnya setelah terlihat berhasil menguasai diri.
Gue ngikutin Oliver masuk ke rumah yang terlihat luar biasa nyaman itu dan langsung kesengsem sama ruang tamunya yang hangat.
"Minum Lin, sorry gue jarang kesini. Jadi gue cuman punya yang instan aja" ucap Oliver mulai ber 'gue-elo' sambil menaruh beberapa minuman kaleng yang baru saja diambilnya dari kulkas.
Gue berhenti berkeliling ruang tamu Oliver yang tampak nyaman sambil mengambil sekaleng Bintang Radler sebelum memutuskan duduk di sofa yang tampak sangat empuk.
"Rumah loe bagus."
"Thanks" jawab Oliver sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. "Entah kenapa setiap gue loose control, gue selalu balik ke sini. Rumah ini selalu bisa bikin gue tenang, mungkin karena gue bisa merasakan Ally di setiap sudut rumah ini." Oliver tersenyum, dan Linda terperangah.
Oliver nyaris tidak pernah benar – benar tersenyum, dan sumpah senyumannya bagus banget.
"Ally?" tanya Linda setelah tersadar dari pesona Oliver.
Seolah tersadar bahwa ia telah kelepasan, Oliver mendadak terdiam "Nevermind" ucapnya cepat.
Melihat reaksi Oliver, Linda tahu bahwa topik tadi off-limit. Jadi Ia beralih ke pertanyaan lain.
"Gue boleh nanya soal Valian?" tanya Linda pelan, takut salah langkah.
"Loe mau nanya dimana gue kenal Valian?" tanya Oliver sambil mengambil kotak rokok dan menyalakan rokoknya.
"Well.. sebenernya gue lebih kepo Bu Susi itu siapa sih. Tapi kalo loe mau sekalian ngasih tau dimana loe kenal Valian ya boleh juga." Jawab Linda santai. Oliver terkekeh di sebelahnya.
"Loe emang unpredictable" kekeh Oliver sambil mengacak rambut Linda gemas. "Bu Susi itu nyokapnya Valian. Itu password kalo elo mau ketemu langsung sama Valian, bukan sama anak buahnya." Jawab Oliver. Dia mulai terlihat lebih santai setelah sekaleng bir dan sebatang rokok.
Gue mulai ikut menyalakan rokok di sebelah Oliver.
"Gue kenal Valian waktu gue masih tinggal di Amerika" jawabnya.
"Loe pernah tinggal di Amerika?" tanya gue lagi, gak bisa nahan buat gak kepo.
Sebelum Oliver menjawab, pintu depan terdengar diketuk. Oliver membuka pintu sambil menerima 2 piring yang diulurkan dari siapapun itu di luar.
"Makan Lin" tawar Oliver setelah meletakkan 2 piring nasi goreng di meja depan gue. "Ini penjaga rumah yang masak. Dia emang selalu well prepared bahkan tanpa gue minta." Oliver kembali tersenyum kecil.
Gue celingukan ke arah pintu depan.
"Dia gak tinggal di rumah ini. Ada pendopo di samping, dia tinggal disitu."
Gue mengangguk mengerti lalu mengambil piring nasi goreng dengan mata berbinar, pas banget gue emang laper.
Gue baru mau mulai makan waktu Oliver menegur "Berdoa dulu sebelum makan, ntar keselek."
Gue terperangah. What? Did he just say what he just say? "You Pray?" tanyaku kaget. Gak nyangka aja kalo seorang Don Juan yang brengsek macam Oliver ternyata religius.
"Everyday" jawabnya santai.
"So, Pray with me?" tawarnya sambil melipat tangan, menutup mata dan mulai melafalkan doa. He literally is praying right in front of me.
Gue terperangah namun ikut memejamkan mata dan mengamini doa yang diucapkan Oliver dalam hati gue.
He surprises me today. Satu lagi yang bikin gue sadar buat gak nilai seseorang cuman dari tampilan luarnya doang.
---
Adududu... Bang Oli... kesengsem adek langsung bang. Gue mah kalo diimamin begini bawaannya langsung pengen cuss gitu *Cuss apaaaa??* Bwahahaha...
Gue nih cuss dulu seminggu ye guys... gak yakin bakal bisa up sik seminggu kedepan, secara kagak bawa laptop. Kalo ngetik di ponsel bisa keriting jari gue. Wkwkwk....
Tapi yaaa... liat ntar deh, sekangen apa gue sama Oliver during the period *wkwkwk*
See you soon georgeous.... Kalo bertabur voments, mungkin jari keriting pun bakal gue bela2in ngetik #bukanphp #inibeneranswear
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbeat
RomanceWarning 21+ Highest rank #1 in CEO (24 Dec'18), rank #1 in office (18 sept'19), rank #1 in work (2 oct'19), rank #2 in chicklit (12 feb'20), rank #1 in bahasa indonesia (6 oct'20) "I know what i want when i saw one" ucap Oliver tegas sambil menatap...