Candala 1

5.1K 203 2
                                    

Ada seorang preman yang mengetuai geng besar di kampus. Mereka di takuti oleh mahasiswa dan dosen disana. Ketua preman itu, punya segalanya untuk menutup mulut orang-orang yang bisa menghancurkannya. Ayahnya konglomerat, ibunya meninggal sejak ia kecil. Kini, ibu tirinya mengambil alih posisi ibunya. Sayang, perhatiannya tak pernah digubris preman itu.

Namanya Mario Chandra Wira. Sudah 7 tahun ia di kampus itu. Bukan karena ia tidak pintar. Hanya saja, berada di kampus itu merupakan kesenangan baginya. Ia bangga dengan pandangan buruk orang-orang terhadapnya. Ia senang ketika orang-orang menakutinya. Baginya, pembangkang adalah mangsa untuk senang-senangnya di kampus itu. Mereka punya dua pilihan, diam atau keluar dari kampus itu.

Saiful, mahasiswa semester 4 berkaca  mata itu bukan mangsanya, hanya bahan bullyan. Kali ini, Mario dan gengnya, Mata Elang menyembunyikan kacamatanya di ventilasi pintu kelas setelah menendang Saiful hingga tersungkur. Lalu, ia biarkan saja Saiful meraba-raba lantai mencari kacamatanya.

"Berani bantu, mati kalian!" ancamnya sebelum pergi.

Beberapa mahasiswa yang ada di sana tidak berani membantu Saiful. Mereka memilih pura-pura tidak tau dari pada kelak mereka yang jadi bahan bullyan Mario dan gengnya.

"Ful, udah biar aku ambil kacamatamu" Marissa menarik Saiful agar berhenti mencari kacamatanya di lantai. Ia mengambil kursi didalam kelas, meletaknya di depan pintu sebagai pijakan untuk mengambil kacamata Saiful.

Kacamata itu berada di ventilasi bagian atas. Agak berjinjit Marissa kesusahan untuk menggapainya. "Kalian dari pada lihat, bantuin dong" kata Marissa pada cowok-cowok yang berdiri saja melihatnya.

Meski bersusah payah, kacamata itu berhasil digapainya. "Nih Ful" katanya memberikan kacamata itu pada Saiful. Saiful cepat-cepat memakai kacamatanya tapi ia malah kaget.

"Ri.. Riss" suaranya terbata melihat Mario yang telah berdiri didepannya, tepat dibelakang Marissa yang masih berdiri di atas kursi.

Geram hati Mario ternyata masih ada yang berani menolong Saiful dan melawannya terang-terangan. Untung saja ia balik lagi melewati kelas Saiful dan melihat pembangkang didepannya itu.

Ditendangnya kursi itu hingga Marissa yang baru saja berbalik, kaget. Untung saja Marissa tidak sampai terjatuh. Sambil memegang dinding ia berbalik dan lebih kaget melihat Mario yang berdiri mendongak menatapnya, berang.

"Kenapa lo natap gue kayak gitu?!" tanyanya sinis "Gaya lo kayak ratu banget. Turun lo!!" hardik Mario marah.

Marissa berubah kaku. Ini akan menjadi masalah besar baginya.

Kesal karena Marissa tidak mengubris perintahnya. Dengan tangannya sendiri ia memegang kedua pinggang Marissa dan menurunkannya ke bawah.

" Eh, apa-apaan sih!" Marissa kaget. Apa yang dilakukan oleh Mario baginya sangat tidak sopan. Tangan kanannya melayang kearah wajah Mario tapi berhasil ditepis olehnya. "Jangan kurang ajar ya kamu fikir saya wanita yang bisa kamu sentuh seperti itu?!"

"Lo lancang sama gue" kata Mario dengan suara yang tertekan. Tangannya semakin kuat meremas tangan Marissa hingga gadis itu meringis kesakitan. "Berani lo bantu Donal Duck ini!" teriak mario.

Rissa mencoba menarik tangannya, tapi tidak bisa. "Kamu itu tidak punya rasa kasihan apa?. Dia tidak berbuat salah kenapa dikerjai seperti tadi?. Coba seandainya kamu yang dikerjai seperti itu"

"Oh, jadi maksud lo gue harusnya ngerjai lo yang jelas mengibar bendera perang ke gue?" tanyanya menatap Marissa. Ia menyengir ketika menebar pandangan kepada empat orang temannya.

Marissa was-was. Apa yang akan mereka lakukan padanya.

Tiba-tiba Mario melepaskan tangan Marissa. Lalu berjongkok tepat dihadapan gadis itu. Ia memegang kaki Marissa hingga Marissa kaget.

CANDALA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang