Candala 22

1.5K 133 29
                                    

Bekas pabrik di pinggir kota. Denu membawa Marissa kesana. Dari kejauhan mobil Mario terlihat. Selain itu juga ada beberapa mobil yang tidak ia kenal.

"Tunggu di luar" Marissa tahu, jika ikut ke dalam Denu bakal bernasib sama dengan Mario. "Nu, tolong jangan laporkan ini ke polisi" itu pesan Marissa sebelum ia masuk. Setengah berlari ia mencari asal suara dimana Mario berteriak kesakitan. Memasuki ruangan besar dimana ada empat orang disana, dia melihat Mario yang di siksa dengan mata kepalanya sendiri. Ada Fadel yang terus mencambuknya tanpa ampun.

"Kak Fadel hentikan!" Marissa berlari ke arah Fadel, menarik tangannya untuk berhenti mencambuk Mario. Marissa menangis melihat Mario yang tubuhnya berdarah. Mario bahkan tidak sanggup lagi mengangkat wajahnya.

"Rissa?" Fadel kaget melihat kedatangan adiknya. Ia memperhatikan Marissa dari atas kebawah, memastikan adiknya baik-baik saja. "Kau baik-baik saja kan? " Ia memeluk Marissa haru. Setelah sekian tahun tidak bertemu, Fadel harus menerima kenyataan kondisi adiknya seperti ini. Ada sesal karena selama ini ia terlalu sibuk dengan urusannya di Singapura sampai lupa menjenguk mama dan adiknya. Tapi rasa sesal itu tidak sebesar rasa bencinya pada Mario yang telah merusak hidup adiknya. Mario bahkan sempat berbohong dan menyembunyikan adiknya selama ini. "Biar kakak balaskan sakit hatimu. Kau lihat saja" Fadel melepaskan pelukannya. Mengambil ancang-ancang untuk melayangkan cambukan ke tubuh Mario.

"Kak, sudah!"

"Aku tidak akan mengampuni iblis ini!" Fadel mencambuk Mario membabi buta.

Suara Mario bahkan tidak terdengar lagi. "Kak Fadel sudah hentikan!" Marissa berlari ke arah Mario memeluk tubuhnya untuk melindunginya dari cambukan Fadel.

"Dia sudah membuat hidupmu menderita, Rissa!. Biarkan aku menghukumnya!".

"Tidak, sudah jangan sakiti Mario lagi" Marissa menangis memeluk tubuh Mario yang bau darah. Meski benci, dia tidak rela Mario seperti ini. Meski ia bilang Mario pantas mati, tapi ia tidak sanggup melihatnya seperti ini. "Mario, sadar Mario" Marissa mengusap wajahnya yang berlumur darah, ada banyak lebam. "Lepas!, lepas talinya!" perintah Marissa pada anak buah Fadel.

"Biar saja dia mati, jangan pedulikan dia" Fadel berhati dingin.

"Kak, Lepas talinya tolong" Marissa memelas. "Biar bagaimana pun dia ayah dari anak yang Rissa kandung. Mario tidak boleh mati, tidak boleh. Rissa tidak mau hidup Rissa sama seperti anak ini, tidak punya ayah, tidak_"

"Rissa!. Papa masih ada. Papamu masih ada dan tidak bejat sepertinya!".

"Tidak, papa lebih jahat daripada Mario. Kalau papa baik dia tidak akan tinggalkan mama, dia tidak akan pisahkan kita. Papa egois. Mario yang kata kakak jahat lebih baik daripada papa. Setidaknya dia masih mau meminta maaf, dia menyadari kesalahannya".

"Laki-laki yang merusak pikiranmu, biar saja mati!" Fadel geram "Setrum dia go"

"Kak Fadel!" Marissa berang. "Kalau Mario mati, Rissa juga akan mati. Biar, biar sekalian kalian menyesal!"

"Rissa, kau bodoh ya??!" Fadel tak percaya adiknya mengatakan itu. "Pisahkan mereka dan setrum dia sampai mati"

"Kak, tolong" Marissa mengemis. "Kalau kakak sayang Rissa, jangan biarkan orang yang Rissa cinta mati seperti ini. Rissa tidak akan rela. Rissa tidak akan maafkan kakak"

"Pantas, pantas saja kau dibodohi cinta, Rissa!. Aku akan cari seratus orang yang lebih baik dari cecunguk ini!".

"Tapi kakak tidak akan menemukan seratus orang yang sama dengan Rissa" Marissa mengancam. "Lepaskan talinya" perintahnya. "Lepaskan talinya atau kalian bunuh saya sekalian!".

CANDALA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang