Mario membuka pintu ruangan lantai dua yang mejadi markas Mata Elang. Beberapa orang yang ada di dalam ruangan itu terdiam menatapnya di ambang pintu. Biasanya Mereka akan menyapa junjungan mereka itu, tapi kali ini raut muka Mario tidak bisa diajak bercanda bahkan untuk sekedar disapa. Mereka tahu itu. Mereka melihat telapak tangan Mario yang di perban, tapi tidak berani bertanya. Mario menutup pintu itu asal-asalan, tetapi suara dentuman pintu itu terdengar keras. Ia duduk di sofa kosong yang mana sebelumnya di duduki Didit.
"Kayaknya dibawah ada pelanggan" Didit pamit keluar.
"Oh, gue cari onderdil motor dulu" Anggota lain ikut keluar diikuti yang lainnya hingga menyisakan revan, Papam dan Denu. Sahabat karibnya.
"Ada apa?. Kenapa tangan lo?" tanya Papam.
"Ingat gue sebelum pulang baik-baik aja tuh tangan".
Mario menatap Revan yang tidak berkata apapun. Mereka saling adu tatap seperti punya masalah yang belum selesai antara keduanya.
"Aah, semua orang sehabis pesta malam tadi senang, lo malah pasang wajah seperti ini" Kata Papam meneguk sisa terakhir minumannya.
"Siapa yang jadi pelampiasan amarah lo?" tanya Revan akhirnya bersuara.
Diantara mereka bertiga, Mario paling dekat dengan Revan. Mereka sudah berteman sejak SMA. Waktu selama itu mampu membuat mereka mengetahui isi hati masing-masing.
Mario menyandarkan tubuhnya di sofa, mendongak menatap langit-langit ruangan itu. Ia masih teringat bagaimana kalang kabutnya ia ketika berpikir Marissa mati. Ia ingat bagaimana perasaannya kala itu. Dadanya sakit, ia tidak siap menerima jika akhirnya wanita yang ia benci itu tidak ada dunia ini lagi. Rentetan kesalah pahaman itu menyakitinya. Ia teringat Marissa yang sabar menghadapinya yang salah paham, menduga sembarangan. Perempuan itu memungut kertas yang ia sobek, menjahit kancing kemeja yang ia rusak. Melakukan USG ketika sebulan yang lalu ia memarahinya dan mengatainya bodoh. Selama ini Marissa sudah berubah sangat banyak, selama ini Marissa memikirkan perasaannya. Wanita itu menghargainya tanpa ia sadari sebelumnya dan itu membuat ia merasa sangat bersalah karena bersikap jahat padanya. Ia menyadari kata-katanya yang kasar itu sudah sangat keterlaluan.
"Yo" Suara Denu memanggilnya.
"Gue kalah" Mario menghela napas "Gue kalah"
Papam dan Denu saling sikut menatap Mario. Dia mengaku kalah tapi tidak marah. Ini bukan Mario yang mereka kenal.
"Kalah apaan?. Tinju?. Lo kasih tau kita biar kita bantu Yo" kata Papam.
"Atau ada hubungannya dengan cewek cantik yang lo bawa kemarin?. Si Clara?. Maksudnya lo kalah dari dia gitu?. Seorang Mario kalah" Denu berpikir sejenak "Wajar sih kayaknya. Kelamaan di luar negeri".
Mario manatap Denu lalu melempar laki-laki itu dengan kaleng kosong.
"Otak lo kemana-mana" Papam tertawa. Tapi Mario tidak berubah raut mukanya. "Ehm, jadi maksudya lo kalah gimana?".
"Bukannya seharusnya lo senang karena sudah melakukan balas dendam besar pada Marissa" Revan mengambil gitar di sampingnya. Memetik dawainya sembarang. "Atau itu masih kurang?" Revan menatap jarinya-jarinya yang memetik dawai gitar itu. "Lo mau gue melakukan apa lagi?. Tidur dengan wanita bayaran didepannya begitu?". Pertanyaan itu menyindir Mario.
"Lo gak rela melakukan itu semua?" tanya Mario.
"Bukan gak rela. Sebagai sahabat gue lakukan apapun permintaan lo. Tapi gue gak senang melakukan itu. Sudah gue bilang, gue turutin permintaan lo untuk menjauhi Marissa. Tapi kalau ujungnya setelah ini lo masih menyakitinya gue gak bisa tinggal diam. Apa yang dia lakukan pada lo dulu gak sebanding dengan apa yang lo lakuin ke dia. Memperkosanya, lalu ketika ia hamil lo mengintimidasinya. Merendahkan wanita yang sedang mengandung anak lo menurut gue lebih jahat dari apa yang laki-laki itu buat kepada nyokap gue. Kalau dalam waktu dua bulan ini lo juga gak bersikap baik padanya, lo gak nikahin dia setelah dia melahirkan nanti, gue gak akan anggap lo sahabat gue lagi"
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDALA
RomanceBerani berbuat, berani bertanggung jawab. Lalu, apakah kau benar-benar berani?. Ego, harga diri, kekuasaan, manusia tidak bisa mengendalikan dirinya hingga ketika masa itu tiba. Candala : // Rendah diri, hina (KBBI) Cover by Rebecca L. ☘️ "Ada apa l...