Candala 11

1.5K 116 9
                                    

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi bebebku yang meraikan.
.
Untuk kalian semua, jaga kesehatan yaa.
.
.
.

Siang itu, untuk pertama kalinya Mario makan siang lagi bersama keluarganya. Niatnya untuk ke markas hari ini tertunda karena sebagaian anak Mata Elang berada di kampus. Dulu, baginya menakuti anak sekampus menyenangkan baginya. Lalu setelah menjadikan Marissa korbannya, ia terlalu bersemangat sampai tidak berniat mengganggu mahasiswa lain. Baginya, mereka bukan levelannya setelah Marissa berhasil membuatnya berdarah hingga beberapa kali. Untuk apa menyianyiakan waktunya di kampus jika orang yang bisa ia ganggu ada dirumah. Meringkuk seperti kucing kelaparan yang meminta iba orang yang ia benci.

“Ma, kak Rissanya gak mau makan” Rere datang dari lantai dua ke meja makan dimana Mama dan Mario sedang duduk.

“Loh, kenapa?” Mamanya berubah khawatir. “Pagi tadi juga gak sarapan” Mama Yuli memutuskan untuk membujuknya ke kamar Mario.

Sementara itu Mario yang sedang menyantap makan siangnya ingat apa yang baru saja ia lakukan pada Marissa seketika pulang lagi kerumah waktu itu. Marissa masih tidur dengan posisi yang sama tepat didepan lemari pakaiannya.

“Hoi” Mario menyenggol paha Marissa dengan kakinya untuk membangunkan wanita itu. Ia lakukan terus lebih keras hingga akhirnya Marissa terbangun.

“Mario” Marissa langsung bangun sambil memegang pelipisnya. Wajahnya pucat, tetapi hidungnya merah.

“Jangan menyampah. Awas!” Mario bersikap Arogan. Sikap yang sudah ia fikirkan matang-matang setelah ia keluar dari kamar itu sebelumnya. Mario merasa ia tidak puas hanya mengucap kata yang tidak begitu menyakitkan bagi Marissa setelah melihat wajahnya yang pucat sebelumnya. Makanya ia ulangi lagi sepuas yang ia mau kali ini.

Marissa beringsut, ia fikir Mario akan membuka lemari. Tubuhnya masih lemas untuk berdiri. Setelah duduk agak jauh, Mario memang membuka lemari tapi terhalang oleh tas Marissa. Ia memandang tas itu sebelum menendangnya jauh dari lemari. Marissa kaget, tapi ia tidak memberi reaksi lain selain duduk dan memandangi tasnya. Tapi Mario tau itu sudah sangat merendahkan harga dirinya.

“Lo dibawa kemari bukan untuk tidur-tiduran” katanya mengambil kemeja didalam lemarinya. Ia mengganti pakaiannya lagi meski belum satu jam yang lalu ia menggantinya. Setelah maelihat Marissa mengambil tasnya, ia tinggalkan keluar. Meski tidak menangis, ia puas melihatnya seperti itu.

“Bi, tolong ambil air hangat” perintah mama Yuli yang datang bersama Marissa. Mario melirik sambil tetap makan. “Duduk dulu nak” Mama Yuli menuntun Marissa untuk duduk berseberangan dengan Mario.

“Lah, kak mukanya pucat banget” kata Bi Yati meletak air hangat di atas meja.

“Iya itulah, pagi gak sarapan, siang mau di skip juga. Nak, kalau sakit itu kasih tau mama. Kamu itu sedang mengandung loh” Mama Yuli meletak piring dan menyendokkan nasi untuk Marissa.

Mario menatap Marissa yang matanya berkaca-kaca. Ternyata setelah ia pergi Marissa menangis. Hatinya puas, tapi dia tidak senang melihat Marissa seperti itu.

“Rissa, ada yang sakit?”.

Marissa menggeleng. “Rissa gak apa-apa Ma”

Mario tau, saat ini yang sakit adalah hatinya setelah harga dirinya jatuh-sejatuhnya oleh sikapnya.

“Rissa, jujur pada mama, apa ada yang sakit?”

Marissa mengangkat wajahnya, tersenyum. Tapi Mario benci melihatnya seperti itu. “Tadi perut Rissa sakit, tapi sekarang gak lagi”.

CANDALA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang