Candala 3

1.9K 136 4
                                    

"Selamat menikmati" ucap Marissa memaksa tersenyum didepan mereka. Ia berbalik dan berusaha cepat-cepat meninggalkan mereka. Tapi tiba-tiba sekali lagi Mario berulah. Tangannya merangkul pinggangnya dari belakang.

Marissa kaget, tak percaya Mario berani melakukan hal itu kepadanya. Sementara tangan Mario menarik tubuhnya semakin dekat.

Geram, kesal, amarahnya sudah diubun-ubun. Nampan yang sejak tadi di pegangnya digenggam erat.

"Kenapa menatap gue seperti itu? Hah?" tanya Mario "Lo marah?"

PLAKKK!.

Nampan itu mendarat keras di wajah Mario. Semua kaget, Mario bahkan tidak sempat menangkis serangan Rissa.

"Saya bukan cewek murahan yang bisa kamu sentuh seenaknya!!" Sergah Marissa dengan wajah yang memerah. "Saya tidak akan pernah takut dengan kamu. Tidak akan cowok Gila!!" Dadanya yang turun naik menandakan bahwa dia telah berada di ambang batas kesabaran.

Suasana di café itu tiba-tiba hening. Hampir sebagian besar orang menyaksikan kejadian di Kafe itu adalah anak Mata Elang. Mereka marah, tentu saja. Mario , yang mereka nomor satukan sebagai leader diperlakukan dengan tidak hormat dan kurang ajar. Tidak pernah ada yang berani memukulnya sebelumnya. Apalagi orang yang melakukan itu adalah seorang perempuan, levelan rendah dan mainan bullying mereka di kampus. Mereka hanya menunggu kode dari Mario saja saat ini. Tapi Mario masih diam menatap tajam kearah Rissa penuh dendam.

"Yo, darah!" Revan berusaha berdiri mencari tisu atau sesuatu apapun untuk mengelap darah yang mengalir di hidung Mario. Tapi Mario mengangkat tangannya mengisyaratkan Revan untuk duduk lagi. Dengan tangannya sendiri ia menyapu darah di bawah hidungnya. Melihat darah di tangannya lalu menatap tajam pada Marissa. Darah yang telah di hapus itu keluar lagi. Tapi Mario tak peduli. Ia berdiri berhadapan langsung dengan Marissa yang sudah membakar kesabarannya. Dendam, tentu saja. Tapi Marissa tidak takut lagi. Marissa sudah terlanjur kesal dengan sikap kurang ajar Mario.

"Mas, maafkan karyawan saya" Manager Kafe itu datang meminta maaf berusaha menghentikan ketegangan antara dua orang itu.

"Gue komplen dengan kafe ini" Mario mengusap lagi darah yang keluar di hidungnya. "Jangan sebut gue Mario kalau gak bisa menghancurkan reputasi kafe ini dengan babunya sekalian" ancam Mario masih tidak memalingkan wajahnya dari Marissa.

"Saya tau kamu punya semuanya untuk melakukan itu. Tapi kamu harus ingat, kamu gak bisa melakukan apapun tanpa bantuan teman-teman kamu dan harta orang tua kamu. Tanpa semuanya itu kamu gak ada apa_" Belum tuntas kalimat Rissa, Mario membekap mulutnya dengan kasar.

"Mas, mas, tolong jangan lakukan itu, kafe ini di bangun dengan susah payah" bujuk manager kafe itu.

Mario menyengir. Sementara Marissa menjauhkan tangan laki-laki itu dari mulutnya.

"Oke, tapi saya mau" Mario menatap remeh pada Marissa "Cewek dungu ini dipecat sekarang juga"

Marissa kaget. Meski tau akan ada dampak buruk dari perbuatannya memukuli wajah Mario dengan nampan, ia tak menduga Mario meminta Manager Kafe untuk memecatnya.

"Rissa" Manager berusia empat puluhan itu menatapi Marissa tanpa pertimbangan.

"Pak, tolong" Marissa memelas.

"Langsung ke ruangan saya" perintahnya. "Maafkan atas kejadian tadi, silahkan lanjutkan makan anda" Manager itu langsung pergi setelah memberi lirikan kepada Marissa untuk mengikutinya.

CANDALA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang