Candala 24 (end)

2.8K 165 10
                                    

Mario mengetuk pintu pelan. Lalu samar ia mendengar suara yang mengizinkan ia masuk. Ia membuka pintu kamar rumah sakit itu disambut dengan suhu ruangan yang dingin. Ia melihat Marissa yang berbaring di ranjang tempat tidur, mamanya duduk di sampingnya menyuapinya makanan.

Mario ragu, ia seketika takut dan malu. Selalu terlintas di pikirannya bahwa ia tidak pantas berada disini. Tapi langkah kakinya yang pincang tidak mau berhenti untuk mendekati Marissa.

"Mario" Mama Marissa berbisik pada Marissa hingga membuat Marissa menoleh padanya. "Ya tuhan, seharusnya kau obati lukamu itu Mario" Wanita itu meletak mangkuk bubur di atas meja nampan berisi makanan. "Mama tinggal sebentar ya".

Mario menatap kepergian Andini hingga menutup pintu. Ia agak ragu menatap Marissa.

"Mario" suara Marissa pelan. Ia sedih melihat kondisi Mario seperti itu.

Mario tersenyum. "Apakah sakit?".

Marissa mengangguk. Ia melambai Mario untuk mendekat. Mario membungkuk, membiarkan Marissa menyentuh wajahnya dengan kedua tangannya. "Maafkan Kak Fadel"

"Aku tidak apa-apa" Mario menggenggam tangan Marissa. Ia merindukan Marissa setelah kejadian itu. "Ini tidak sebanding dengan rasa sakitmu".

"Tidak, rasanya setimpal dengan kehadiran bayi kecil itu"

Mario menatap Marissa tak bisa berkata-kata. Ia sangat menyesali perbuatannya. Tapi ia bersyukur untuk kehadiran bayi itu. Ia bersyukur karena dengan jalan itu ia bisa berubah sejauh ini.

"Makara kan?"

"Kau mau memakai nama itu?".

"Papanya yang memberikan, kenapa harus saya tolak"

Mario terharu. Ia menyatukan dahinya dengan Marissa. Mencium pelipis Marissa, kemudian pipinya. "Maaf untuk apa yang sudah ku lakukan padamu" ucapnya.

"Saya tidak perlu maaf, saya hanya mau kamu disini" Marissa memeluk Mario, menangis. Ia tidak menyangka Mario akan datang menemuinya. Mario melawan pertahanan kakaknya hingga terluka seperti ini. Ia tidak salah berkeyakinan bahwa Mario akan datang kepadanya.

"Kalau kau sudi, menikahlah denganku" bisik Mario di telinga Marissa. Aku ingin sedikit egois untuk memiliki kalian. Aku_"

"Saya mau" Marissa memeluk Mario erat. "Saya mau"

"Apa-apaan ini?" Fadel mengagetkan mereka hingga mereka melepaskan pelukan masing-masing. Fadel masuk menggendong Bayi di tangannya dengan hati-hati. Dibelakangnya ia diikuti oleh perawat, mama dan papanya yang mendorong tempat tidur bayi.

"Makara" Marissa mengulurkan tangan tak sabar ingin memeluk bayinya.

"Makara?. Angelica lebih keren" Fadel mendekati Marissa. Meminta perawat untuk mengambil bayi dalam pelukannnya. Perawat itu memberikan bayi tersebut untuk di gendong oleh Marissa.

"Makara lebih bagus" Bantah Marissa.

Fadel melirik Mario yang canggung berada di sana. "Kalau kau sudah selesai, pulang lah!" Fadel mengusir Mario.

"Fadel!" Mamanya memukul lengan anaknya. Sampai saat ini Fadel belum juga menerima Mario.

"Ya, Adik mau menyusui bayinya ma. Dia siapa mau berada disini berlama-lama. Mama mau biarkan laki-laki yang tidak berani menikahi adikku itu melihatnya?".

"Aku akan menikahinya" kata Mario mantap hingga membuat mereka terdiam. "Aku harap kalian dapat merestuinya"

Johan Andrea menghampiri Mario hingga membuat Mario siaga kalau-kalau ia akan menghajarnya lagi. Ia merangkul Mario, menepuk bahunya keras. "Ya, kita bicarakan itu di luar". Katanya mengajak Mario keluar.

CANDALA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang