Candala 4

1.9K 137 3
                                    

Suara tangisan Marissa tak terdengar lagi, Suaranya telah habis, tenaganya juga. Begitupula harga dirinya. Laki-laki yang tidak ia kenal itu memporak-porandakan hidupnya. Membalikkan hidupnya dalam sekejap saja. Ia mengumpulkan tenaga, mengenakan pakaiannya kembali dengan sesenggukan. Dia malu pada dirinya sendiri, dia bahkan tidak bisa berfikir bagaimana jika seandainya orang-orang tau apa yang telah terjadi padanya. Dia kotor, tidak suci lagi.

Laki-laki itu berjongkok, mendekatinya. Membelai pipi Marissa tapi ditepis olehnya. "Kenapa?, Sudah ku sentuh setiap jengkal tubuhmu, masih tinggi harga dirimu?" Bisiknya yang bersuara parau.

Mendengar itu Marissa menangis lagi. Hatinya sakit mendengar kata-kata laki-laki itu. Ia diingatkan bahwa kini di tidak suci lagi. Tangan kanannya menggenggam erat kalung laki-laki itu yang sempat ia tarik paksa. Dia akan balas dendam, fikirnya. Dia akan membalas laki-laki itu cepat atau lambat.

"Kau akan selalu ingat padaku" Laki-laki itu menyentuh air mata di pipi Marissa. Lalu mengecup sekali lagi bibir gadis itu. "Sampai jumpa" ia berdiri meninggalkan Rissa dengan santainya. Suara siulannya semakin terdengar menjauh. Setelah itu Marissa Bangun, mengumpulkan tenaganya yang tersisa mencari Miko.

Dari kejauhkan sepeda motor Miko masih terlihat di tempat tadi. Sementara sepeda motor orang-orang itu tidak terlihat lagi. "Kak Miko!!" Teriak Marissa melihat Miko yang terbaring tak jauh dari sepeda motornya. "Kak Miko bangun kak!" Ia mengangat kepala Miko, menepuk pipinya. Suara Hape Miko berbunyi di kantong jaketnya. Ketika meraba saku jaket miko, jaket itu basah. Seperti cairan kental yang sangat banyak. Ia mengambil hape Miko lalu menyenteri jaketnya yang basah itu dengan cahaya hape Miko.

"Astagfirullah!!!" teriak Marissa histeris. "Darah.. Kak Miko bangun Kak!!" teriak Marissa menggerakkan tubuh Miko yang ternyata telah bersimbah darah. Suara hape itu berbunyi lagi, panggilan dari Ado.

"Kak Ado, tolong Kak Miko. Tolong!!"

@@@

Miko masih belum sadarkan diri dan kini berada di ICU. Sementara Marissa masih menunggu di rumah sakit , menangis sesenggukan memikirkan apa yang telah terjadi pada Miko dan dirinya. Mereka melukai Miko hingga tidak sadarkan diri dan kesuciannya direnggut paksa oleh laki-laki yang tidak dikenal. Dia tidak tau apa kesalahan yang dia buat hingga mendapat perlakuan seperti ini.

"Kak, Rissa gak tau harus bagaimana sekarang" berlinang air matanya mengingat bagaimana kehormatan yang ia jaga baik-baik untuk suaminya kelak direnggut paksa oleh laki-laki itu. "Kakak cepat sembuh. Bantuin Rissa selesaikan masalah ini" Rissa mengusap bawah matanya, mengusa pipi Miko yang banyak luka lebam. "Rissa pulang kak" pamitnya pada Miko yang tidak memberi reaksi apapun.

Marissa melangkah keluar dengan wajah kehilangan harapan. Mama Miko menyambutnya dengan sebuah pelukan, menangis. "Kamu sebaiknya pulang kerumah dulu ya nak?. Istirahat Rissa"

"Sudah seharian kamu di sini, mamamu pasti nyari. Nanti Om carikan taksi ya?"

"Tidak usah om, Rissa bisa pulang sendiri, Om temani tante disini jaga Kak Miko"

Laki-laki berusia hampir enam puluh tahun itu mengangguk. Ia merangkul istrinya yang masih menangis. "Hati-hati nak" pesannya menatap gadis manis yang baru beberapa hari lalu dikenalkan anaknya pada mereka.

Rissa memilih menaiki Taksi. Di sepanjang jalan ia merenung, ia menangis dan masih tidak bisa menerima kejadian yang baru saja menimpanya. Mengapa kesialan berturut-turut terjadi padanya dan kini ia merasa berdosa. Ia benci, marah tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan ia tidak melaporkan perbuatan lai-laki itu ke polisi. Dia memilih untuk diam. Karena takut takut, karena malu.

Masih berfikir siapa laki-laki itu. Apa ia memiliki dendam atau hanya melakukan kejahatan random. "Apa mungkin Mario?" Batin Marissa "Ah, jangan sembarangan menuduh, Rissa. Kalau bukan dia dan aku meminta pertanggung jawaban, dia akan tau apa yang terjadi padaku. Dia akan memandang remeh padaku, dia akan mempermalukanku didepan banyak orang. Lagipula Mario tidak mungkin mencelakai sahabatnya sendiri. Kak Miko bilang mereka akrab sejak SMP bukan?. Apa mungkin Kak Miko punya musuh?" Batinnya. Marissa bingung, bagaimanapun ia berfikir keras siapa pelaku dan kenapa mereka melakukan itu, ia belum bisa menemukan bukti selain kalung bertali hitam dengan liontin bulat seperti kelereng berwarna hijau milik laki-laki yang memperkosanya.

CANDALA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang