Candala 23

1.6K 142 36
                                    

"Kalau kau tidak sanggup, operasi saja" usul Fadel yang tidak tega melihat Marissa yang meringis kesakitan. Ia mengemudikan mobil dengan ragu, ingin cepat tapi takut kenapa-napa dengan adiknya di perjalanan.

Marissa menggeleng, dia tidak sanggup bicara karena perutnya terlalu sakit. Bagaimana pun, inginnya melahirkan secara normal.

"Dokter di klinik itu bagaimana?. Katanya melahirkan tanggal tujuh, ini baru tanggal dua delapan sudah seperti ini" laki-laki bermisai berusia kepala enam itu kesal. Meski punya dua anak, baru ketika anak perempuannya akan melahirkan dia datang. Dulu dia berpikir melahirkan itu tidak separah ini. Tapi melihat Marissa yang meringis kesakitan membuatnya tidak tenang. "Dia mau bermain-main denganku?. Mau ku bikin klinik itu hancur?"

"Johan!" Mama Marissa berusaha menghentikan mantan suaminya itu. "Benar-benar kamu tidak berubah. Jangan ikut campur dengan urusan anakku apalagi menggunakan tangan kotormu itu".

"Anakmu?. Aku papanya!. Darahku mengalir di tubuhnya dan kau tidak bisa menyangkal itu". Johan Andrea menatap mantan istrinya dari kaca spion.

"Kamu merusak anak laki-lakiku menjadi bengis sepertimu. Aku tidak rela anak perempuanku berada dalam campur tanganmu. Bersikap lah sebagai mana orang tua yang baik. Berikan nasehat, bukan mendukung melakukan kejahatan. Aku tahu kamu tidak mungkin seperti itu, tapi berkaca lah. Seorang Johan Andrea bukan seperti dulu lagi. Kamu sudah tua. Ada baiknya bertobat".

"Andini!"

"Pa" Fadel menahan Papanya. Wajah laki-laki itu memerah. Sementara Fadel merasa tersentil ketika tahu selama ini mamanya tidak suka dengan apa yang ia lakukan. Mamanya sendiri menyebutnya bengis.

"Setelah sekian lama berpisah, aku berusaha bersikap baik padamu. Tapi di matamu aku selalu tidak baik, tidak ada benarnya. Aku datang kemari selain karena kondisi anak perempuanku yang tidak becus kau urus, juga berusaha untuk menjalin silaturahmi denganmu. Aku berusaha memaafkanmu. Tapi kau_".

"Aku tidak pernah minta maaf. Kamu seharusnya melakukan itu. Kamu yang jelas bersalah. Lalu, kamu pikir apa yang terjadi pada anakku bukan karena karma yang kamu perbuat dulu?".

"Kau!" Johan kehabisan kesabarannya. Rasanya jika tidak di dalam mobil ia akan leluasa menunjukkan kekesalannya pada Andini.

"Sudah lah" Marissa merasa kondisinya semakin panas antara mama dan papanya karena mengungkit masa lalu mereka.

"Menghamili perempuan lain dan tidak mau bertanggung jawab hingga perempuan itu bunuh diri. Oh, atau kamu yang menjadi dalang atas kematiannya yang terkesan seperti bunuh diri?".

Johan Andrea menoleh kepada Andini. Tangannya mengepal menandakan ia sedang mencoba menahan diri. Fadel memegang lengan papanya agar tidak bergerak kearah mamanya. Membagi fokus antara pertengkaran suami istri itu dan mengendarai mobil dengan baik.

"Asal kau tahu, aku tidak bertanggung jawab karena mempertimbangkan kau. Karena kau. Perempuan kepala batu yang tidak pernah mengerti posisiku". Johan Andrea menepis tangan Fadel.

"Ma, aku datang dengan papa kemari berharap hubungan kita membaik. Kenapa kalian masih meninggikan ego masing-masing. Ingat tujuan kita disini karena Adik. Mama Papa malah bertengkar semakin membuatnya stress disaat akan melahirkan" Fadel mendekati adiknya. Mengusap pipi Marissa yang pucat. "Kalau kau mau, kakak akan bawa kau pindah rumah sakit agar jauh dari mama papa".

"Fadel" Mamanya menginterupsi.

"Tidak, disini saja. Rissa butuh mama" Marissa mengulurkan tangan agar di disambut oleh mamanya.

CANDALA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang