Lembaran Keempat Belas: Burned Woman

1.7K 200 31
                                    

       Drrt!! Drttt!!

       Komisaris itu segera menolehkan kepalanya pada mesin faks yang tiba-tiba bekerja. Selembar kertas terkirim mengikuti suara cetak yang memecah keheningan ruang kerja. Dilihatnya sekeliling yang teramat sepi, mengingat ada banyak petugas yang bersiap terjun ke lokasi kasus dingin yang sedang dibuka kembali.

     "Wah. Sepertinya genderang perang sudah mulai ditabuh," seringainya melingkar di tengah wajah penuh petualangan tersebut.

     Tangannya mengangkat tinggi-tinggi selembar kertas tersebut ke langit-langit ruangan. Huruf-huruf dicetak besar-besar, tak beraturan bentuknya. Yang jelas, remang pencahayaan ruangannya dengan segera menerjemahkan setiap kalimat.

      THE OLD FAIRY TALE WILL COME TO THE SURFACE

     (Sebuah dongeng lama akan mencuat ke permukaan)

      Dan, pria itu tersenyum.

  》》Unfortunate 《《


    Aku hanya terkesiap melihat tangan-tangan mereka yang cekatan mengangkat koper-koper ke dalam jip kecil ini. Tak seperti hari sebelumnya, mentari bersinar cerah menemani perjalanan kami hari ini. Malam kemarin seolah mimpi yang tak pernah terjadi, meskipun dalam nyatanya barang-barang dari supermarket masih ada--meyakinkan diriku bahwa realitas itu ada. Mataku mengerling ke segala arah, melihat bangunan kantor kepolisian Severich yang megah. Berdinding hitam-putih, gedung diakrom ini sudah puluhan tahun berdiri menjaga keamanan kota. Aku hanya menghela napas, begitu suara mesin jip mengaum ke udara. Sudah waktunya berangkat.

      "Kau sudah siap? Ada banyak hal yang kan kau temui di perjalanan nanti," sapa Hans yang tiba-tiba menepuk pundakku, membangunkanku dari ingatan akan gedung kepolisian.

      "Wah. Hal seperti apa itu, Hans?" sanggahku yang segera menolehkan pandangan, menatap tajam tangannya yang masih melekat di atas bahuku.

     "Hei, lepaskan gelang itu. Jangan membuat lelucon dalam penyelidikan ini," Tanganku menunjuk gelang cokelat yang melingkar di pergelangan tangannya. Sial, bisa-bisa kami dikira memakai gelang couple, gerutuku sebal.

    "Kau saja dahulu, Fresch. Kenapa masih menyimpan gelang pirus itu kalau kau tidak suka?" cetusnya dengan tangan menyilang di dada, seolah tak suka dengan pita berwarna pirus yang masih melingkar apik tepat di atas arloji hitamku.

      Aku hanya mencibir, lantas menengadahkan tangan di atas kepala. Matahari bersinar terik hari ini. Jika sinar UV mereka sampai menggosongkan putih kulitku, aku bisa-bisa dimarahi Tante Nina saat pulang nanti. Makanya, jangan lupa bawa sunblock. Aku menggerutu lagi.

    "Kopermu tidak terlalu besar, Fresch,"

    "Kau yakin hanya memerlukan pakaian?" Pria berambut cokelat itu tiba-tiba berkomentar. Tubuhnya bersandar pada salah satu tiang bangunan, sementara matanya terarah pada bagasi jip yang sudah ditutup.

    "Entahlah. Memangnya kau sudah tahu apa yang akan terjadi di tempat sana nanti, Hans? Kamu benar-benar seorang cenayang," balasku sinis, kemudian beranjak meninggalkan petugas itu. Aku hanya mendengus pelan, lalu segera menaiki jip tersebut.

     Tak banyak orang yang mengisi jip silver ini. Beberapa petugas mengisi kursi terdepan, sementara aku dan Hans tersisa di kursi terakhir yang terbujur panjang dari ujung sisi jip hingga ke sisi lainnya. Kami saling berseberangan, namun hanya bisa bertopang dagu mengamati pemandangan luar dari dalam jendela.

      "Sejauh apa yang kalian selidiki? Aku sudah bilang, aku hanya bisa bantu sedikit," ujarku berargumen tanpa memandang ke arahnya sama sekali.

UnfortunateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang