Lembaran Kelima Belas: Sebuah Hipokritas (I)

2.3K 227 57
                                    

Untuk delapan tahun ini, diriku telah tumbuh dengan melihat segala hal yang kudengar. Banyak hal yang terjadi, terutama hal-hal tidak mengenakkan. Jika dahulu aku sudah mendengar kabar bila 'pria itu' telah membangun keluarga baru, mengapa aku masih kembali ke kota ini demi menuntut jawaban? Seperti, seperti ada relung kosong yang meminta untuk dipenuhi. Bukankah semua fakta yang kudengar telah terlihat di depan mataku?

-Alluschia Alaska-

Rindang pohon menyejukkanku dari hawa panas yang membara setelah membantu mereka memadamkan api. Sudah dua puluh menit lebih, aku merasa ditelantarkan mereka yang sibuk dengan kasus baru ini. Merasa disia-siakan, aku hanya bisa duduk manis seraya menjulurkan kaki di atas batang pinus yang tumbang. Semilir angin lagi-lagi bermain, menentramkanku atas kegelisahan yang tiba-tiba muncul. Bagaimana bila aku nantinya akan dipulangkan dan dijauhkan dari kasus ini?

"Nona Fresch?" panggil Inspektur yang seketika disambut oleh tolehan kepalaku yang bersemangat.

Kedua irisku biruku menatap harap Inspektur tersebut, megingat kepulanganku dapat dilakukan kapan saja. Di sisi lain, kegelisahan kecil itu muncul. Rasa takut untuk berhadapan langsung dengan mereka menyergap relung kecil dalam diriku, seolah membangkitkan puluhan kenangan masa lalu. 

"Jadi..."

Aku menatap cemas dirinya kali ini. Tanganku tak bisa berkompromi; jemariku yang gelisah menggesek-gesekkan kuku satu sama lain. Begitu pun dengan kakiku yang tak bisa berhenti berayun. Oh, tidak. Kegelisahan ini terus menjalar.

"Kami baru saja mendapat intruksi dari Komisaris. Kasus pembakaran mobil itu bukanlah dalam lingkup kami dan sudah seharusnya kepolisian Yoru yang akan menanganinya. Namun, beberapa dari kami harus memberikan keterangan sebagai saksi dan membantu kepolisian daerah. Aku dan lima Letnan lain akan dimintai keterangannya dan kau harus melanjutkan kasus ini bersama yang tersisa," papar Inspektur itu seraya menghela napas berat, seolah di punggungnya baru saja ditimpa oleh ratusan batang pinus.

"Berarti, anggota ini akan semakin sedikit saja? Memang, siapa saja yang tidak akan mengikuti investigasi ini?" balasku dengan cepat, mengingat kepalaku sedang berusaha merangkai alur kasus sebelumnya. Sedari awal, aku memang sudah merasa ganjil dengan investigasi ini.

"Temanmu itu, Hans. Dasar, keberadaannya selalu membuat kekacauan di sini! Breu, Cart, dan..." Inspektur mulai berceloteh--yang hanya ditimpali anggukan olehku. Sementara anggukan yang terus-menerus kuberikan, benakku melayang pada satu nama.

Hans, ia akan terpisah dari pengawasanku nantinya. Ia yang juga merupakan tangan kanan pria itu, menandakan bahwa dia dan pria itu sangat akrab dengan kasus yang berbau organisasi busuk itu. Baiklah, mereka memang mencoba memisahkanku dari bahaya yang mungkin akan mengancamku bila kasus ini tidak segera diatasi.

Celoteh Inspektur tua itu segera berhenti tatkala salah satu rekannya dari Yoru datang. Tubuhnya yang gempal itu seketika berbalik, memberi salam serta permohonan maaf pada Inspektur dari Kepolisian Yoru tersebut. Sementara, aku hanya bisa melengos dan menatap nanar rerumputan di bawah kakiku. Mereka tumbuh hijau dan selalu bergoyang ketika angin bukit berhembus lembut. Alam di sini benar-benar memberikan kehangatan.

"Truk derek sudah datang!" seru salah sersan yang berlari ke arah kami, meminta kami untuk membuka jalan bagi truk biru tersebut.

Semilir angin yang bertiup lembut kusambut dengan helaan napas berat. Suara ban truk derek yang bergesekan dengan aspal jalan perbukitan begitu keras saat menghantam batu-batu. Kepalaku mendadak sakit, seperti ikut dihantam roda-roda besar tersebut. Terpatah-patah, kupaksakan diriku untuk berdiri. Oh, tidak. Tengkorakku seperti digerogoti oleh sesuatu. Tak ayal, sesuatu yang berbau White selalu memiliki dampak tersendiri bagi fisikku.

UnfortunateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang