Lembaran Kesembilan Belas: Membuka Gerbang

1.5K 137 37
                                    

   "Seharusnya aku mengungkung ego saat itu. Mengapa aku sangat egois? Ini gila. Mengapa aku sangat berambisi dengan kata dendam?"

(Alluschia Alaska)

     "Kau tidak apa-apa, Nak?" sahut beberapa orang yang tampak melangkah tergesa-gesa. Butir-butir kerikil yang tertendang dapat kurasakan. Perlahan, mereka bahu-membahu membopongku. Wajahku pun sangat lesu, dilengkapi goresan luka di wajah.

     "Ia...siapa?" rintihku seraya menangis kecil. Bulir-bulir air mata mulai menghiasi wajah yang penuh dengan guratan kerikil.

     "Kau sudah aman, Nak. Tidak ada yang akan melukaimu lagi,'' ujarnya berusaha menenangkan diriku yang tak berhenti bergemetar. Hei, udara malam Yoru bukan main dinginnya.

     Seluruh wajah dan tubuhku seolah terguncang. Tanpa menilik ke belakang lagi, aku dapat mendengar bila mereka mulai menggotong pria itu. Tanganku hanya bisa bergelayut di antara bahu kedua petugas polisi tersebut.

     "Kami sudah setengah jalan menuju Yoru. Sara dan aku sudah siap, Nona kecil. Jangan terlalu mencolok,'' saran seseorang yang dengan lembut membisiki telingaku. Handsfree berbentuk kancing andalanku jelas bergantungan di sana.

    "Dalam satu jam, maka aku akan tiba. Pinta rekanmu untuk mengirim lokasi si Olive brengsek itu. Dasar anggota jalanan,'' caci mantan anggota White tersebut. Aku hanya menyeringai kecil mendengarnya. Jelas sekali, cara ia menyelesaikan masalah ini menggambarkan kapasitas yang dimilikinya. Membantai dengan meninggalkan jejak yang begitu jelas bukanlah tipikal anggota resmi sekalipun.

    Aku hanya mendongakkan kepala dengan lemah, melihat reaksi pria muda itu. Dari jarak yang begitu dekat, dapat kulihat dirinya yang bersama temannya mulai melangkah pergi. Tak ada mobil polisi yang akan Hans tumpangi, namun sebuah mobil jip ternama yang menepi di balik dedaunan. Ford bronco, mobil yang pas untuk mengawal musuh.

     "Ya rasschityvayu na tebya (Aku bergantung padamu)," ujar seseorang dengan lirih, membuatku segera mendongak kepada sumber suara. Sebuah bahasa yang begitu akrab di telingaku hingga tiga bulan lalu.

    "Ne volnuysya (Jangan khawatir),'' balasku tak kalah fasihnya, membuat simpul kecil di bibirnya.

    Tak kulihat lagi bayangan tubuh tegap Olive, entah mereka akan membawanya ke mana. Aku pun mulai memasuki sedan putih-biru mereka dan udara hangat seketika menyambutku. Mataku yang sedari tadi hanya memancarkan sendu, membuat mereka tak bisa bertanya apa-apa. Perjalananku sepertinya akan kulalui tanpa serangkaian pertanyaan.

    Pepohonan rindang perlahan kulewati satu per satu. Jarum jam telah menunjukkan angka sembilan kurang lima belas ketika bangunan bercatkan krem mulai terlihat. Sedan-sedan yang mengawal kami mulai terparkir, begitu pun dengan mobil yang membawaku.

     "Kau tidak apa-apa, Nona Fresch? Sekarang, mimpi buruk itu telah berlalu," ujar salah seorang petugas berkemeja putih.

     Keseluruhan hidupku adalah mimpi buruk, kau harus tahu itu.

     Aku hanya bisa  membalas  dengan senyum lemah, lalu membiarkan mereka membopongku lagi. Dengan tertatih, langkah pertamaku mulai kuinjakkan di Kantor Kepolisian Yoru. Mulai dari detik ini, maka segala rencana yang berada dalam kepala akan tumpah ruah dalam kenyataan.

》》Unfortunate 《《

    Seluruh orang seketika berlari menghampiri tugasnya masing-masing. Kulihat inspektur yang kembali mengarahkan para anak buahnya. Ambulans-ambulans pun nyatanya telah diberangkatkan menuju rumah sakit polisi di Severich, jauh dari kota Yoru yang mungkin dapat memancing perhatian White. Mayat-mayat polisi yang menjadi korban malam ini pun akan segera diautopsi. Aku, sebagai salah satu saksi hidup dari peristiwa itu, hanya bisa duduk tergugu di kursi tunggu.

UnfortunateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang