Lembaran Keenam Puluh Dua : Gedung Kasino

429 74 23
                                    

      Wine. Kartu. Rokok. Tiga benda itu terhampar bagai jajanan pasar. Sejauh mata memandang dan telinga mendengar, hanya ada gelak tawa manusia memenangkan taruhan yang terdengar di sini. Kami sengaja mengambil meja paling pojok. Tidak mencolok dan juga jarang didatangi casino girl.

      "Kau ingin pasang berapa?" Cat Eye menata kartu poker dengan rapi.

     Aku mendengus. Berbeda dengan bayangan kalian akan ruangan judi, penerangan di sini jauh dari kata remang-remang. Setiap sekat ruangan menggantungkan chandelier yang kristalnya bahkan hampir menyentuh kepala. Berkat juntaian kristal itu, kepala kami harus berhati-hati saat merunduk. Tidak lucu bila permainan kasino dalam ruangan berhenti karena kerasnya denting chandelier yang menghantam leher kami.

     "Dua ratus ribu mian. Aku belum pernah main dengan orang Rusia, agak sulit memprediksi mata kalian yang terlalu hijau itu," cerocosku sedikit rasis.

     Casino girl pertama datang. Nampannya dipenuhi gelas-gelas merah yang berdenting tiap kali dress—setengah lingerie, tepatnya—berbelok. Mata-mata liar pria sontak saja jatuh di setiap hentakan kakinya yang gemulai. Dasar pria!

     "Terima kasih, Nona. Temani aku bermain di sini, pacarku di depan semakin membosankan saja. Kerjanya hanya menggerutu dan apa-apaan ini? Bertaruh dalam mian? Kita sudah seharusnya bermain dolar!" Cat Eye tertawa.

    Aku melotot. Tingkah lakunya sudah menyerupai Hans atau mungkin sebaliknya, Hans yang sebenarnya meniru pria di depanku. Mereka berguru pada sekolah yang sama. Cara mereka merangsek masuk wilayah musuh pun sama, sama-sama dengan tutur kata manis dan meyakinkan.

    Agak sulit masuk ke gedung lima belas tingkat bila Cat Eye tidak berada di sampingku. Dia lihai dan licin, seperti saat lima bulan lalu dia menjebakku masuk ke dalam mobil super canggihnya itu. Cukup dengan kata-kata meyakinkan, sok akrab, lantas merangkul hangat petugas keamanan setelah menyelipkan seamplop tebal dolar, kami bisa masuk tanpa harus menunjukkan keanggotaan terlebih dahulu.

    "Two pair," Dia membuka kartu. Dua queen bersisian dengan seringai puas.

    Mengesalkan. Ini baru putaran pertama. Meski kami sama-sama menunjukkan two pair, nilainya jelas lebih tinggi dariku yang bermodal two pair dari angka lima. Dua ratus ribu mianku pun berpindah ke dompet Rusia tulen itu.

》》Unfortunate《《

    Belum ada perpindahan. Begitulah kira-kira perintah terakhir dari Direktur sebelum mereka berseragam pelayan, lalu hilir mudik dari meja ke meja seraya berkata, "Vodka, Tuan?". Kini Breu dan Cart harus bersabar menunggu putaran jarum menit. Tanpa adanya Adam di tengah mereka, suasana mendadak sekering gurun sahara.

    "Wiski?" Pelanggan itu tersenyum mengangguk.

    Pedaran lampu kristal membuat semir rambutnya tampak berkilat-kilat. Mereka tampak klimis sekarang. Dan necis. Cart dengan gesitnya menuangkan botol salah satu pelanggan, membukakannya ala bartender-bartender terkemuka. Gerak tangannya seterlatih jemarinya saat mencomot pakaian pelayan di ruangan ganti. Berkat kekuasaan akun nomor dua dalam fairytale a.k.a Ren, mereka bebas melenggang masuk ke ruang ganti seakan telah mengenal setiap sisi gedung belasan tahun.

    "Kau sudah mendapat laporan dari Sir Alaska?" Hanya bersisian lima detik, pinggang mereka saling bersinggungan begitu menaruh nampan yang telah kosong.

    "Dia juga masih menunggu helikopter Letjen. Kudengar pasukan khusus akan menyerang dari atas," sahut Breu seraya mengisi kembali nampannya dengan lima gelas wine merah.

UnfortunateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang