Lembaran Ketiga Puluh Tiga: Harbor [Amber]

650 89 12
                                    

     Karena ada banyak istilah asing yang mungkin jarang didengar pembaca, author akan menjelaskannya terlebih dahulu. Selamat menikmati!

     - Alur pelayaran: Jalur yang digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke kolam pelabuhan.

     - Kolam pelabuhan: perairan di depan dermaga yang digunakan untuk kepentingan operasional sandar dan olah gerak kapal.

    - Apron : Halaman di atas dermaga yang terbentang sampai gudang laut atau lapangan penumpukan terbuka.

     Sisanya bisa dilihat di http://ecahyono.blogspot.com/2016/06/seputar-istilah-kepelabuhanan.html

***

      Gigi-gigiku menggeretak rahang yang terpaksa mengatup. Pacuan mobil ini berhasil membuatku merasa terbang. Kedua mataku bahkan tidak sempat melirik Hans yang dengan lincahnya mempertahankan mobil ini dari serangan penjahat-penjahat jalanan.

      "Kau yakin mereka masih ingin menyerang kita? Mereka bahkan sulit melihat kita!" seruku yang semakin khawatir dengan jalannya SUV kuning ini. Bagaimana tidak? Batas kecepatan di jalan tol telah dilanggarnya!

     "Sudah, jangan banyak bicara! Kalau kau terus bicara, bisa-bisa lidahmu tergigit,'' protes Hans yang terus melirik spion, mengawasi setiap inchi jalanan.

     Aku menelan ludah. Sama sepertinya, mataku juga awas akan sekelebat bayangan-bayangan manusia yang berhasil memasuki jalan tol. White sangat gila dengan melepas seluruh anjing jalanannya demi memburu sipil dan merepotkan para polisi. Jika saja kami berhenti sejenak saat batu itu terlempar, mungkin saja mobil kami sudah menjadi bulan-bulanan orang yang mengejar hadiah berjuta-juta mian itu.

     "Arah jam enam." Aku menoleh, mendelik pada Hans yang membetulkan kaca spion tengahnya. Titik kecil terpantul di sana. Ada tikus yang mengekor di belakang.

     Kepalaku mengangguk. Titik kecil yang terpantul di cermin itu semakin besar. Meskipun orang itu mematikan lampu sennya, bayang-bayang sedan merah mengkilap terlihat jelas sedang berusaha mengikuti kami. Sayang sekali, kaca jendelanya terlalu gelap untuk ditembus penglihatan.

     "Buka kacanya, Hans. Buka kaca jendelaku!" perintahku kala mobil itu semakin menyusul kami. Kilat merah di mobilnya memberkas cahaya rembulan. Sama gilanya dengan kami, ban-ban mobil itu hampir saja terangkat hanya demi menyamakan langkah dengan mobil berkecepatan tiga ratus kilometer per jam ini.

     "Untuk apa?!" bentaknya yang terus memacu mobil hingga ke batas kecepatannya. 

     Gigiku bergemeletuk tak sabaran. Hans pasti lebih memilih untuk menghindari mobil tersebut dengan menekan pedal gas. Sebaliknya, tanganku gemas ingin menyingkirkan mobil itu dengan timah panas.

     "Seorang serigala tidak perlu menunjukkan giginya hanya untuk menghadapi anjing liar,'' ujar Hans dengan penuh keyakinan. Jemarinya lagi-lagi mencengkram tuas rem.

     "Jangan sampai lidahmu tergigit!" perintahnya yang membuatku langsung merapatkan ggi lagi. Decit ban terdengar lebih keras. Kulihat sedan merah itu menggilas aspal dengan terus bergerak menyerong. Nafsunya menghantam ban-ban kami teramat kuat, membuat aspal memercikkan api karenanya. 

     Tanganku berpegangan erat. Kedua mataku was-was melihat ban-ban sedan merah yang semakin mendekat. Hans mulai mengambil ancang-ancang. Kedua manik hijaunya menatap tajam spion tengah, mengawasi sedan merah yang sudah berjarak tiga meter dari kami.

     "Sekarang!" seru Hans yang tiba-tiba memutar setir, merapatkan mobil dengan pembatas di kanan jalan. Tangannya dengan lihai menurunkan kecepatan mobil, menuruti keinginan mobil yang ingin menabrak kami tersebut.

UnfortunateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang