Lembar Keempat Puluh Enam : Waktunya Alluschia Mengancam

494 79 14
                                    

    "Politik tak memiliki satupun relasi dengan moral "

-Niccolo Machiavelli-

    Sedap aroma rempah-rempah menyerbu begitu bel di pintu berdenting dua kali. Baru dua hari berlalu sejak terakhir kali kami makan bersama, spanduk-spanduk besar ternyata sudah diturunkan. Restoran bergaya khas Rusia ini tidak lagi bercap baru.

    "Kau yakin idemu akan berhasil?" Hans berbisik pelan seraya mengawasi sekeliling. Aman. Lagipula, siapa pula yang ingin mencicipi makanan khas negeri yang ratusan ribu kilometer jauhnya dari Severich? Lebih baik memakan fast food.

    "Kau terlalu berlebihan, Hans. Hanya manusia iseng yang mengisi waktu istirahatnya di sini. Sudahlah, kau ingin memesan apa?" Aku bergegas menyambar buku menu, lantas menekan tombol kecil di sudut halaman. Beragam varian makanan berjejer rapi dalam layar hologram.

    Sebagai orang yang telah lama berkecimpung di dunia siber, mengirim e-mail palsu berisi diskon besar website film biru bukanlah hal besar. Tabiat tukang selingkuh terkadang menyeret mata dan imaji sembrono si pelaku, tak terkecuali gubernur yang kerap dijadikan penyebab seluruh sekretarisnya selalu megundurkan diri kurang dari dua bulan. Pastilah tawaran menggiurkan--sekaligus menjijikkan--sedang menggoda matanya. Email itu memang kukirimkan ke email kerjanya, namun ia pasti mengejar diskon palsu itu dengan akun pribadi. Nah, jika e-mail pribadi khusus bermaksiatnya dapat terlacak olehku, maka seluruh aktivitas kotornya akan langsung membanjiri database seorang Unfortunate. Sisanya? Aku cukup mengancamnya untuk menjadi narasumber atau dalam waktu sejam, semua dosanya terungkap ke media.

    "Aku tahu kau cerdas. Bagaimana jika dia melapor adanya e-mail spam masuk ke dalam e-mail kerjanya? Lalu, tim IT akan melacak alamatmu, mendapati kita berdua sedang mengunyah daging, dan terakhir, keseluruhan karirku akan tamat dalam sekejap. Belum lagi bila Adam atau yang lainnya menemukanku sedang mengikutsertakan seorang remaja, bukan bui lagi yang menungguku. Mereka akan menginterogasiku habis-habisan," keluh Hans seraya menekan shashlik maya yang terombang-ambing udara.

    Kecemasan berlebih Hans membuatku semakin malas menanggapi ocehannya. Lebih baik, kedua mataku menikmati terik matahari memanggang atap-atap mobil birokrat. Suatu kebetulan untuk restoran ini terletak tidak jauh dari gedung-gedung pemerintah. Pucuk-pucuk gedung dengan berbagai bentuk, dari runcing sampai datar seperti trapesium, dapat kupandangi dari balik jendela. Severich selalu dikelilingi keunikan yang tiada habisnya.

     "Biar aku yang bayar," ujarku segera beranjak. Hans mendongak, menatapku tak setuju.

     "Kalau makan bersama, laki-laki dan perempuan tidak punya kewajiban membayar penuh makanan salah satu pasangannya. Lebih baik kita bayar masing-masing," tolaknya yang ikut berdiri mengiring langkahku. Aku menggeleng.

    "Anggap saja ini balas budiku. Sudahlah, jangan terlalu bijak menyikapi kehidupan," sindirku terkekeh kecil. Langkah pergi kutancap, lekas meninggalkannya yang tersenyum masam.

    Denting bel terdengar dua kali. Lagi-lagi, pelanggan baru datang dan mengisi bangku kosong. Restoran ini cukup sepi, hanya terdengar alunan musik tradisional Rusia serta samar-samar mulut mengunyah.

    "Silahkan membayar," Petugas kasir itu tersenyum, menyilakanku menggesek black card yang sedari tadi kugenggam.

    "Maaf, sepertinya EDC kalian sedikit rusak..." Sedikit gagap bercampur bingung, aku berdiri meratap kartu kredit pria itu yang tertolak. Tepat saat wanita di depanku menengok, kedua matanya terperanjat melihat kartu dalam genggamanku.

    "Ah, tidak, tidak! Kami yang meminta maaf, EDC kami sangat terbatas dan masih berskala kecil. Tidak pernah kami perkirakan akan kedatangan pelanggan seperti Nona, jadi..."

UnfortunateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang