Lembaran Keenam Belas: Sebuah Hipokritas (II)

970 133 14
                                    

      Suasana di ruangan kecil ini begitu riuh. Sesaat kami sampai di Kepolisian Yoru, mereka berbaik hati meminjamkan kami ruangan kecil untuk menyelidiki kasus itu dengan lebih leluasa. Dan sekarang, aku bisa melihat Adam, Cart, dan Breu yang begitu lihai bergerak mencari informasi.

     "Hei, tidak adakah pekerjaan untukku?" celetukku yang hanya duduk bertopang dagu mengamati mereka yang begitu aktif.

     "Datangi divisi forensik. Mereka mengatakan bila hasil visum sudah keluar. Wah, hebat sekali pengaruh White. Korban itu bahkan maju menjadi pendaftar pertama! Ternyata, kepolisian bergerak lebih cepat dari yang kita duga," perintah Adam seraya menepuk bahuku. Di tangannya terlihat beberapa lembar dokumen dari hasil pemeriksaan mobil yang terbakar.

     "Dan Cart? Kau akan ke mana?" sahutku yang masih dengan malas menyelidiki kasus ini, mengingat diriku sendiri juga terlibat. Oh ya ampun, menjadi hipokrit ternyata semelelahkan ini.

     "Ada banyak bukti baru yang baru saja ditemukan. Aku akan menyusul para polisi lokal ini untuk menyelidikinya lebih dalam," balasnya seraya bergegas melangkah cepat, menyusul beberapa polisi yang baru saja mendatangi ruangan ini.

      Ruang yang begitu kecil membuatku lebih leluasa untuk melihat gerak-gerik mereka. Kedua rekanku yang masih mengambil data-data mengenai pergerakan White beberapa tahun terakhir serta mencari tali yang mengaitkannya dengan PT Waterist. Terlebih Adam, ia bahkan sibuk menjawab telepon perkembangan dari beberapa atasan yang selalu mengawasi kinerja kami.

     "Hans, kau tidak pergi sekarang? Divisi forensik sudah menunggumu. Identitas wanita itu sepertinya sudah diketahui. Ia memang bukanlah seorang anggota White, namun ia sempat menjadi penghubung antara White dengan PT Waterist. Dengan kata lain, seseorang sepertinya memang harus dibungkam di tengah kekacauan seperti ini. Menjadi seseorang yang berada di jembatan sama saja menjadi wadah informasi di antara kedua pihak. Jika whistleblower-nya saja sudah dibungkam, bukankah sudah waktunya bagi White untuk melenyapkan sumber data bagi kepolisian seperti wanita itu?" papar Breu dengan panjang lebar setelah membolak-balikkan dokumen visum yang baru saja diterima.

       "Tetapi, kenapa harus keluarga besar Hallindt?" Kepalaku lantas menengok pada sumber suara. Nama ''Hallindt'' yang selalu membuatku menoleh acap kali ia tersebut.

       Adam yang baru saja menyelesaikan percakapannya dengan para petinggi menoleh kembali kepadaku. Tidak ada wajah yang berusaha menginvestigasi, hanya rasa ingin tahu akan masa lalu yang kembali diangkat ke permukaan oleh Komisaris. Aku pun kini mengerut heran. Kenapa pertanyaan sekecil itu tak pernah terlintas di kepalaku? Sampai saat ini, seluruh identitasku sudah terhapus sempurna. Terbingkai rapi bersama dokumen-dokumen yang berhasil dipalsukan. Tidak ada celah yang seharusnya terlihat oleh siapapun.

     ''Mungkin karena kasus tersebut adalah sumbu dari kejadian sepuluh tahun lalu? Rumina Velline, orang yang selama ini kita tetapkan menjadi pelaku utama dari kebakaran rumah itu saja sudah meninggal di tangannya. Mengapa ia bersikeras untuk menyelidiki ini lagi?" Breu kembali bersuara. Tangannya bahkan tak bisa lepas untuk terus membulatkan segala kejanggalan yang ditemukannya dari potret TKP.

        Kontemplasi kecil ini terus berlanjut. Untuk sesaat, kami tenggelam dalam pikiran masing-masing. Sebaliknya, aku merasa seluruh diriku akan meleleh. Rasa kekhawatiran seakan membakar seluruh luka lama, yang bahkan masih terukir di balik punggungku. Ayolah, Hans, tidak ada yang mengetahuinya hingga kini mengenai siapa dirimu.

        "Hei! Apa kalian tahu?" Adam seketika mencondongkan badannya seraya berbisik, membuatku dan Breu spontan membuat lingkaran--layaknya membicarakan sebuah top secret. Ya ampun, apa pria ini ingin membicarakan rumor lagi?

UnfortunateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang