BINCANG (1)

18 1 0
                                    

Perbincangan tak terhindar pun terjadi

"Kening dan dadamu itu....kenapa?" Tanyaku.

"Jantungmu busuk juga kan? Tanya saja pada dirimu sendiri." Jawabnya ketus.

"Jawab aku, bodoh,"

Dia menyeringai, seraya menjawab,
"Aku diperbudak hukum alam, sama sepertimu..."

"Hah? Tidak, aku tidak....-"

"Dadamu itu tak bisa berbohong, bodoh, haha!"

Sial!
Apa-apan dia...
Aku belum pernah menghadapi makhluk seperti ini sebelumnya.

"Aku tidak sama sepertimu. Kau masih bisa berpijak pada tanah, sedang aku tidak," Balasku pada cemoohnya.

"Apa katamu? Kau bercanda, ya?
Kau masih diberi sayap untuk bergerak, sedang aku tidak,"

"Lihat! Kulitku merindukan sinar surya!
Berpijak pun aku bisa, tapi aku dirantai!"
Jawabnya dengan emosi suram.

Aku terhentak
Ini bukanlah lagi perbincangan
Ini menjadi sama dengan mereka,
Ajang yang memamerkan luka
Tapi ku enggan mengalah

"Hei, asal kau tahu saja, ya! Aku iri padamu! Kakimu masih bisa mencium tanah, merasakan belaian rerumputan hijau menggelitik jemarimu. Ya, aku iri pada kaki kotormu itu."

"Kalau kakimu bisa melarikan diri, mengapa masih pasrah? Kau tidak melawan kakimu dirantai, mengapa tidak kabur saja? Kalau aku jadi kamu, dalam waktu 10 menit, tentu aku bisa melakukannya!" Jawabku kesal.

"Yah....kadang begitulah hidup."
Dia mengatakannya semudah dia memesan bala-bala di warung Ceu Endah.

"Apa!? Sok bijak kau! Enteng sekali kau mengatakannya!"
Aku merasa amarahku sudah ada pada titik puncak.

Dia hanya diam,
Lalu menghela nafasnya,
"Beri aku jeda."



Hujan SajakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang