1. First Sight

2.9K 128 4
                                    

KHATA'S POV

Gerombolan mahasiswa itu berhenti di depan lobby. pemuda paling depan merogoh kantung celana kanannya untuk meraih sebuah Handphone. Sebelum dia sempat mengutak-atik, aku sudah berlari melewati skywalk dan menuruni tangga.

"Stevan! Long time no see!" sambil setengah berteriak, aku menghampirinya.
Pemuda bermata sipit dan beralis tebal itu langsung memelukku. tidak secara sensual, hanya seperti pelukan kakak pada sang adik yang sudah terpisah lama, lebih tepatnya.

"Halo nona manis! Wow, kamu bener-bener beda, aku hampir gak ngenalin. Aku beneran gak ngira bakalan ketemu kamu di kunjungan kampus! udah berapa lama kita gak ketemu? 2 tahun?" lontarnya sembari menyelidikku dari atas sampai bawah, layaknya fashion police.

Aku hanya menjawab dengan senyum saja menanggapi pertanyaannya. Kami berdua sama-sama ingat, terakhir kami bertemu memang kira-kira 2 tahun lalu, hari terakhir les Bahasa Perancis.

Tentu saja, waktu itu aku masih memakai seragam putih abu-abu, beda dengan sekarang yang sudah berdandan. Stevan dan aku adalah dua orang termuda di kelas. ketika yang lain memakai office look atau baju bebas, kami masih memakai seragam sekolah masing-masing. Stevan lebih beruntung. seragam sekolahnya yang berwarna krem dan biru itu tidak mudah kusut dan kotor. Sedangkan aku dengan seragam putih abu-abuku lebih banyak datang dengan kusut, dekil dan tentu saja basah karena keringat akibat mengayuh sepeda dari sekolah ke tempat les yang jaraknya kira-kira 2 km. Bisa disimpulkan dari sudut penampilan saja, sekarang pasti sudah lebih rapi dan bersih tentu saja.

Stevan melepaskan tatapan selidiknya itu, dia menyeretku menemui teman-temannya atau mungkin lebih tepatnya tamuku. "Oh, maaf, betapa tidak sopannya. Perkenalkan, mereka adalah jajaran atas dari kepengurusanku. dari yang paling dekat pilar adalah Pauline, GM HUMAS; Hendra, Vice director; Kirana, GM MEDIA... " Stevan masih menyebutkan enam nama lagi sebelum dia selesai mengenalkan seluruh gerombolannya, tapi mataku terpaku pada seorang perempuan yang kurang lebih lima sentimeter lebih pendek dibanding aku. Entah mengapa, tapi rasanya aku mengenalnya. Perempuan berkulit coklat cerah itu mengenakan sepatu Nike Air Max Thea warna biru muda yang jatuh serasi dengan rok putih dibawah lutut dan blus biru muda dibalik jas hitam almamater kampusnya. Aku suka stylenya, feminim dan profesional tapi tetap terlihat tough dan cheerfull.

Belum sempat keingintahuanku terjawab, perhatian Stevan sudah kembali lagi padaku. "Nah, itu semua jajaran kepengurusan BEM FE. Kamu, sendiri? Mana teman-teman yang lain?" tanyanya sambil mencari mahasiswa di lobby yang sekiranya memberi perhatian pada omongannya.

"Mereka masih ada urusan, nanti kalian akan bertemu mereka di ruang multifungsi. Sebelum kesana kalian akan dapat private tour keliling kampus bareng saya. Oh ya, nama saya Khata" kuperkenalkan diriku sambil sedikit membungkuk tak lupa senyum, supaya kelihatan lebih ramah batinku. Aku memulai tour itu dari ruang administrasi, serambi, skywalk, laboratorium, hingga ruang kelas yang biasa saja sebenarnya. Aku yakin fasilitas mereka lebih baik. jadi daripada aku membuat mereka bosan, lebih baik aku bawa mereka langsung ke ruang multifungsi. Tradisi penyambutan tamu kunjungan kampus di BEM FEB kampusku memang berbeda dari, well, seluruh BEM di seluruh universitas di Indonesia aku rasa.

Sebelum aku memasuki ruangan, aku menghadap mereka dan memberi sedikit instruksi. "Maaf ruangannya masih gelap, ikuti saya saja nanti ke dalam ruangan, tunggu di depan pintu, lalu saya akan nyalakan lampunya." Mereka masuk satu per satu, sesuai instruksiku mereka berdiri menunggu, walau dalam gelap.

Aku pergi keseberang ruangan sesegera mungkin sebelum lampu mulai nyala, mengambil biola di sudut ruangan. Terdengar hitung mundur dari orang di sebelahku, dan pada hitungan ketiga lampu menyala, menyusul setelah hitungan habis gitar mulai mengalunkan nadanya, kemudian aku pun mulai memainkan biolaku. Melodi lagu tanah airku yang sudah dibikin lebih beat itu akhirnya menemukan suaranya, dua orang mulai menyanyi dibarengi dengan tarian teman-teman pengurus yang sudah memakai baju adat asal daerah masing-masing. Para penari mulai mengajak atau lebih tepatnya menarik para tamu ke dalam lingkaran dansa mereka.

Magic In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang