43. Anka & Kirana

561 61 9
                                    

KHATA'S POV

Berdiri di ruangan dingin ini benar-benar semakin membuatku mual. Perutku terasa sangat tidak enak. Aku merasa ingin muntah.

Belum sempat aku memasuki toilet, wajah rupawan miliknya dapat aku lihat melalui pintu geser transparan. Dia… sangat cantik. Sangat berbeda, tapi juga sekaligus jauh lebih cantik.

Aku memejamkan mata pelan. Oh, Tuhan..

Langkahku segera aku percepat untuk masuk ke dalam toilet kemudian ke biliknya. Aku duduk diam dan yang hanya bisa aku pikirkan adalah wajahnya, tidak ada yang lain.

Kirana semakin cantik. Sangat dewasa.

Padahal dia hanya mengenakan polo putih dengan celana krem dan sepatu nike, namun sungguh wajahnya itu jauh berbeda dari empat setengah tahun lalu sewaktu terkahir kali aku mengantarnya. Wajahnya semakin dewasa. Tirus dengan guratan-guratan tegas di wajahnya. Dia bukan hanya Kirana manis dan imut seperti dulu saat pertama bertemu. Dia sungguh jauh terlihat dewasa sekarang.

“Woy, cepetan mbak! Lama amat dah!”

Aku tak sadar, sepertinya aku sudah menghabiskan waktu cukup lama di dalam bilik.

Begitu aku keluar dari dalam bilik, beberapa pasang mata sudah memandang tajam ke arahku. Apa aku menghabiskan waktu sebegitu lamanya di dalam bilik?

Pelan aku berjalan keluar. Perasaan mual itu masih ada. Aku sangat gugup bertemu dengannya kembali. Apalagi, dia terlihat jauh berbeda. Apa dia masih Kirana yang sama? Bagaimana kalau… kalau ternyata karakternya pun ikut berubah? Bagaimana kalo ternyata… dia sudah tidak ada perasaan sama sekali denganku?

Tunggu, bukannya itu jauh lebih baik? Ya, tentu saja. Itu jauh lebih baik ketimbang aku harus bersusah payah menjauh agar tidak ada hubungan lebih dari sahabat di antara kami.

Kakek dan nenek sedang memeluk Anka dan Kirana. Rasanya aku ingin kembali ke toilet dan tidak kembali lagi. Berada di sini, melihat mereka membuatku sadar. Aku telah menjadi orang asing di keluarga kecilku.

Ya, bagaimana lagi, aku tidak pernah bertemu Anka dan Kirana selama empat setengah tahun terakhir. Tidak datang ke wisuda mereka. Tidak pula pergi mengunjungi mereka ke US.

“TATA!!!” Anka berteriak keras hingga orang-orang di sekitar menoleh. Dia berlari dan memelukku sangat erat. Entah sejak kapan, Anka bisa memeluk orang. Mungkin karena bimbingan Kirana selama di sana?

Wow, badan dia terasa sangat berotot. Iya. Anka juga sudah tumbuh. Jauh lebih matang, lebih ganteng. Dia tumbuh menjadi sosok alfa male yang kuat.
Sangat serasi dengan Kirana.

Anka akhirnya berhenti memelukku. Seketika, aku dapat melihat di balik punggung lebar Anka.

Mataku menerawang jauh ke dalam matanya. Mulut kami memang diam, namun mata ini berbicara dengan lantang. Mata ini bicara dengan jujur. Mata indah miliknya itu, mata dari orang yang kurindu itu, mata yang selalu membuatku gila.

.

.

Tidak.

Tuhan, aku mohon.

Mengapa setelah sekian lama aku menghindar dari dia,

Kini perasaan masih tetap sama?

Sungguh engkau tega.
Hati ini masih tetap sama.

Waktu tak menyembuhkanku.
Waktu membuatku semakin gila.
Waktu memberiku sejuta alasan untuk berhenti.

Namun tidak.
Aku tidak bisa.
Aku sungguh ingin.
Namun apa daya,
Cintaku untukmu sangat dalam, Kirana.

Magic In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang