25. Mencintai Sangat Dalam

486 58 0
                                    

KIRANA'S POV

Bocah lelaki yang berbaring di ranjang tempat tidur itu menawan. Tulang rahangnya runcing ke bawah, dengan hidung mungil dan iris mata cokelat. Detail-detail yang menunjukan kesamaan gen dengan kakaknya itu membuatku seperti melihat Khata versi cowok. Meskipun wajah mereka begitu mirip, tapi kesan tegas yang ada pada Khata sama sekali tidak muncul pada Anka. Anka memiliki kesan lembut dan menyenangkan yang ditunjukan oleh detail-detail mukanya.

Kepala yang gundul sama sekali tidak memperlihatkan kesan dia berumur enam belas tahun. Kecuali badannya yang tinggi, kesan kekanak-kanakan lebih banyak melekat pada dirinya. Seratus delapan puluh derajat berbeda dari Khata yang terlihat sangat-sangat dewasa.

“Nggak!” Anka berteriak keras pada Khata yang akan memeluknya.

“Aku kangen. Kamu kangen nggak?” Khata mengatakan dengan nada melucu. Namun  tak sesimpul senyum pun terbentuk pada bibir dia.

“Iya.” Anka berkata pelan menjawabnya, seperti tidak yakin dengan jawabannya.

“Ka, kenalkan ini teman kakak. Namanya Kirana. Ayo kenalan.” Mata Anka mulai bergerak. Kepalanya menoleh ke arahku, tapi tidak dengan pandangannya. Dia seperti memandang kosong ke arah dinding.

“Kasi Kirana senyum Anka.” Khata seperti memberikan instruksi padanya. Anka yang semula diam pun tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya. Rambutnya yang gundul dan senyumnya yang lebar mengundang tawa untuk aku, Khata, Kakek dan Nenek.

“Kirana.” Aku balas tersenyum ke arah Anka dan mendekatkan badanku untuk berkenalan. Entah ini hanya perasaanku saja atau memang sepertinya ada yang salah dengan Anka. Dalam hati aku menanyakan berbagai kemungkinan mengapa Khata selama ini menyembunyikan kehadiran Anka dan situasi kikuk yang dibuat Anka kini.

Aku berjalan selangkah mendekatkan diriku pada Anka untuk dapat berkenalan padanya. Anka terlihat gugup entah mengapa. Aku kemudian mengulurkan tangan. Dalam beberapa detik, Anka hanya memandangi tanganku. Aku merasa bingung harus bagaimana, Tanganku kemudian aku turunkan dan tanpa sengaja memegang tangan Anka dibalik selimutnya.

Tiba-tiba situasi menjadi mencekam. Anka mengamuk sejadi-jadinya, melemparkan tanganku ke udara. Khata memegang lenganku dan langsung memposisikan badannya di depanku. Anka terus berteriak kencang seperti telah tersakiti. Dadaku dapat merasakan detak kencang akibat takutku pada situasi ini. Aku dapat merasakan keringat dingin mengalir dari pelipisku. Aku tidak tahu kesalahanku apa, tidak tau apa penyebab mengapa Anka menjadi sangat marah.

Teriakan dokter dan suster di luar ruangan dapat terdengar. Sebelum aku mendengar pintu terbuka, infus di tangan Anka terlepas membuat tiang tempat infus itu berada jatuh mengenai Nenek Khata. Khata dan kakeknya mencoba menenangkan Anka, memegang erat tangan yang mengacung ke udara. Tangan Anka terlepas dari pegangan kakeknya,  mengambil nampan tempat makan siang dan melemparkannya ke arahku. Karena Khata berada di depanku, nampan itu pun mengenai keningnya. Khata mengantarkan aku keluar ruangan dan berlari kembali ke dalam bersama para dokter dan suster. Aku dapat melihat darah keluar dari kening kirinya, semoga saja tidak dalam.

Kakek Khata membawaku ke sofa di dekat situ bersama sang Nenek, kemudian pergi lagi. Tanganku gemetar, keringat dingin rasanya membuatku sedikit melayang berasama sedikit tekanan di kepalaku. Berbeda denganku, Kakek dan Nenek Khata terlihat biasa saja. Hampir seperti telah mengalami kejadian seperti ini setiap hari.

“Nak Kirana, ini teh hangat.” Kakek Khata menyodorkanku teh hangat sekembalinya dari pergi beberapa saat lalu. Beliau kemudian duduk di samping sang Nenek dan memberikannya teh dengan asap tipis membumbung ke udara.

“Maaf ya nak, jadi kena marah Anka.” Kata nenek Khata setelah menyeruput teh hangat di tangannya.

“Ah, nggak apa.” Aku tersenyum kecil. Memberikan dua orang yang wajahnya telah penuh keriput itu ketenangan.

Magic In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang