11. Aku Bukan Malaikat

655 68 0
                                    

KHATA'S POV

"HAPUS NGGAK!"

"NGGAK BAKAL SEBELUM LO JADI KABEM PUSAT!"

"GUE NGGAK MAU! KENAPA NGGAK LO AJA SIH!"

"Karena hampir semua mahasiswa kampus kita--pengennya lo yang jadi KABEM, dodol!" Suara Haris akhirnya memelan, sedikit tersenggal oleh nafasnya yang belum beraturan.

"Tapi gue nggak mau, Ris. Gue hargai mereka yang pingin gue maju nyalon, bahkan sampe ada yang ngelabrak gue, tapi kan selain gue masih banyak orang yang lebih berwibawa, lebih dewasa, lebih bisa dikatain pemimpin." Aku menjelaskan alasan usang yang terus kuulang berkali-kali terhadap mereka yang telah memintaku berkali-kali pula.

Sejak studi ekskursi kemarin berakhir, ada saja usaha dari teman-teman untuk membuatku maju. Kirana dan Ara aku ajak ke sini segera setelah aku mengetahui ada empat hari kosong sehabis SE agar aku bisa bersenang-senang dan menjauh dari hiruk-pikuk pemilihan KABEM pusat baru. Aku tidak akan mengira Haris, Eno dan Adit akan mendorongku juga, tidak seharusnya aku mengajak mereka untuk tetap di sini setelah SE selesai juga, sungguh suatu penyesalan.

"Bahkan alesan lo itu alesan yang sama ketika kita-kita minta lo jadi KABEM FEB! Lo mau siapa yang pimpin kampus kita? Mau tuh kampus ancur gara-gara dipimpin orang yang nggak bener?"

"Amanah tidak akan salah memilih tuannya, nggak inget kata-kata bang Farid itu ha?"

"Amanah itu dari rakyat, dan rakyat pingin lo. Duh gue bosen ngulangin pembicaraan yang sama kaya taun lalu! Dulu lo nolak-nolak nggak mau dicalonin tapi pada akhirnya lo kepilih hampir mutlak Ta, semua kecuali gengnya Aros pengen lo jadi KABEM FEB. Sekarang pun, dengan lingkup yang lebih besar, temen-temen luar fakultas juga pengen lo maju. Mereka lihat kinerja lo, hasil lo bawa FEB sampai terkenal ke universitas pelosok. Kampus kita butuh lo, TA! Apalagi setelah kejadian rektor busuk itu!"

"Kalo boleh jujur Ris, gue capek. Gue itu cewek biasa yang.."

"Hah! Lo nggak bakal bisa jadi cewek biasa, Ta! Lo itu cewek impian setiap cowok, cewek idolanya cewek-cewek dikampus. Lo pernah bilang ke gue lo punya impian kecil buat bisa bikin mahasiswa yang nanti kerjanya cuma jadi budak perusahaan bisa punya usaha sendiri, menjadi budak untuk diri sendiri. Lo pernah bilang ke gue kalo lo mau kebermanfaatan BEM nggak cuma bisa dirasa sama orang-orang sekitar sini aja, tapi seluruh Indonesia. Lo pernah bilang ke gue lo pengen ada acara kebersamaan mahasiswa SATU kampus, biar kerasa kita itu satu kampus tanpa sekat fakultas atau jurusan. Mana ambisi-ambisi itu sekarang Ta? Kita semua tau lo PANTES jadi KABEM pusat. Oh, maaf bukan kita aja, sebagian besar mahasiswa kampus." Adit menyela sebelum aku selesai berargumen. Seluruh perkataan Adit tadi benar adanya. Impian-impian kecilku saat aku masih mahasiswa ingusan yang dibakar semangat senior saat orientasi. Aku tidak pernah benar-benar memikirkannya, sungguh tak ada ambisi dariku untuk bisa maju sejauh ini. Walau mungkin hampir setiap langkah krusialku, aku didorong keras-keras oleh teman-temanku tersayang.

"Gue perlu waktu."Aku menatap mereka bertiga lemas, dengan tanganku sibuk berpura-pura merapikan baju handuk yang kupakai diatas baju renang. "Ris, please hapus fotonya."Suaraku melembut kembali seperti normal.

"Ini jaminan." Haris menyimpan ponsel berisi fotoku di sakunya, menjauhkanku dari harapan bisa aman dari ancaman mereka nantinya. Tak ada cara lain selain mempercayai mereka. Mungkin ini sudah waktunya aku benar-benar memikirkan masak-masak langkah besar yang semua orang tanyakan, yang semua orang dorong padaku.

Magic In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang