28. Perhatian Yang Menyenangkan

468 57 2
                                    


KHATA'S POV

Truth or dare?” Olive berteriak gembira ketika mulut tutup botol itu mengarah padaku.

Truth” Aku menjawab pelan sekenannya.

“Sherry, tanyanya yang bikin dia mati kutu, Sher!” Olive dengan lantangnya bicara pada Sherry. Dia bertugas menanyaiku karena bagian bawah botol mengarah padanya.

Sherry merupakan anak yang supel. Dia berada satu tingkat di bawahku, namun dia sudah biasa berkumpul bersama aku dan teman-temanku. Parasnya manis, sikapnya juga lembut, dan dengan senyum riangnya itu tidak heran bila banyak cowok yang jatuh hati dengannya. Salah satunya adalah Haris yang menjadi sangat super manis bila berada di dekat Sherry.

“Ehm, mbak Ta lagi suka siapa sekarang?”

Good question, Sher! Mampus lo, Ta! Hayo jawab!” Ian memukul meja sedikit kencang membuatku terkaget.

“Lagi nggak suka siapa-siapa.” Aku menjawab pelan, membuat Ian yang tadi telah bersemangat menjadi kikuk.

“Eh, jujur lah Ta, nggak boleh gitu. Kita-kita udah pada jujur lho dari tadi.” Olive tak percaya dengan omonganku.

“Iya mbak Ta. Suer deh kita nggak bakal bocor.”

“Ya emang lagi nggak ada yang disuka gimana dong. Ini udah super jujur woy.”

“Ah, lo mah kapan pernah suka sama cowok. Jangan-jangan sukanya ama cewek ya, Ta?” Perkataan Olive membuatku berhenti merapihkan kuncir rambutku dan melihat serius pada dirinya.

“WAH, kalo gitu ceritanya banyak cowok yang bakal patah hati nih.” Ian berbicara dengan lantang kembali, sampai-sampai liur dia keluar dari mulutnya ketika ngomong.

“Nggak lah, ngaco semua pada.” Aku selesai merapikan kucir rambutku dan melihat ketiga temanku yang menatapku serius.

“Serius enggak, Ta?” Olive kembali bertanya padaku, dengan nada serius kali ini. Pelan tapi penuh arti.

“Nggak lah. Pada bisa nyimpulin dari mana coba bisa ngomong gitu, huh?”

“Yah, lo kayaknya nggak pernah deh ngomongin cowok.” Ian dengan ringan berkata padaku.

“Iya Ta, lo mana pernah ngomong cowok ganteng. Gue curiga seriusan. Lo buta banget ya sama cowok? Gue pilihin deh yang ganteng-ganteng ntar biar lo bisa pacaran.”

“Aduh seriusan pada ngaco! Gue emang nggak niat pacaran sekarang-sekarang. Dan gue tau cowok ganteng ya, nggak segitu butanya, Oliv!”

“Okay, cowok paling ganteng di kampus siapa?”

“Nggak ada.”

“Tuh, tuh kan! Stok cowok ganteng kampus kita berjibun kali, Ta. Lo secara langsung kayak ngomong gue gak ganteng gitu?” Tangan kanan Ian membelai rambutnya ke belakang kepala layaknya sebuah pose.

“Lah emang lo nggak ganteng kan, bang?” Sherry dengan polosnya berkata membuat wajah Ian terkaget sangat lucu. Aku dan Olive spontan tertawa sangat keras melihat wajah Ian yang seperti mendapatkan berita mengecewakan.

“Ahh, lo nggak usah diperjelas gitu juga dong Sher. Iya gue nggak se cakep pacar lo Sher, tapi ya jangan gitu juga lah. Gue masih keitung lumayan kok”

“Eh, gue balik dulu ya. Udah dijemput sama pacar.” Sherry segera berjalan cepat menuju parkiran mobil setelah berpamitan dari kami. Aku, Ian dan Olive kemudian masuk ke dalam kelas untuk kuliah.

Setelah sekitar seratus lima puluh menit, penghuni kelas itu akhirnya keluar dengan wajah yang sangat kusut. Tidak ada yang senang mendapatkan tugas makalah sepuluh halaman. Olive langsung pergi berpamitan padaku untuk langsung kembali ke kos miliknya. Masih ada waktu satu jam sebelum rapat BEM di mulai. Tubuhku tidak terlalu lelah dan tidak lapar pula, aku memutuskan untuk sholat di masjid dan mengerjakan tugas di sana.
Suasana masjid kampus memang sangat teduh. Panas yang hinggap di tubuhku langsung menguap sempurna setelah wudhu. Batin ini juga terasa dingin dan penat pun hilang. Aku mengerjakan tugasku hingga seperempat bagian awalnya. Waktu yang berlalu sudah hampir empat puluh lima menit di sini tidak terasa. Aku kemudian langsung bergegas ke ruang BEM pusat.
Sesampainya, aku baru melihat dua orang temanku duduk bersandar tembok. Syukurlah, prinsipku, seorang pemimpin itu harus datang paling pagi dan pulang paling malam. Menjadi contoh yang baik itu wajib, tapi menjadi teman yang baik itu juga penting. Lebih mudah mengoreksi kesalahan ketika kita mengerti pribadi yang melakukan kesalahan dan kita tidak melakukan kesalahan tersebut pula.

Magic In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang