KHATA'S POV
“I know your reputation.” (Aku tau reputasimu)
“What reputation?” (Reputasi apa?)
“That you sleep with many girls.” (Kalo kamu tidur dengan banyak perempuan)
“And? It’s not uncommon.” (Dan? Itu nggak jarang.)
“But I’m not one of those girls.” (Tapi aku bukan salah satu perempuan itu)
“So? You are here! Not in my bedroom! And we are not having sex.” (Lalu? Kamu di sini! Tidak di kamar tidurku! Dan kita tidak sedang melakukan seks!)
Aku menutup mataku rapat-rapat dan menangkap udara sebanyak yang aku mampu. Listrik kecil itu kembali menyerangku bertubi-tubi. Aku segera menyesali tidak memakai lengan panjang malam ini. Tempat ini sama sekali bukan tempat di mana orang tidak menyentuh satu sama lain, bukan.
“Come on, you’re already in here! At least you have to dance.” (Ayolah, kamu sudah di sini! Paling tidak kamu harus berdansa.)
Mataku memandang pelan seluruh ruangan. Ruangan di tengah penuh dengan mereka yang sedang berdansa, mengikuti musik yang sama sekali bukan favoritku. Aku memandang Clement, dia balas dengan senyum yang mungkin dia pikir dengan itu bisa meyakinkanku.
“No. You dance. I’m gonna sit right here.” (Tidak. Kamu berdansa. Aku akan duduk di sini)
“Oh, come on, you are the one who ask me to invite you.” (Oh, ayolah, kamu sendiri yang memintaku untuk mengundangmu ke sini.)
“Yeah, for going into club not to dance on the floor.” (Yeah, untuk pergi ke club, bukan berdansa)
“Oh, girl. You wear so pretty dress and put some make up to what? Drink a soda?” (Kamu mengenakan dress yang bagus dan memakai make up untuk apa? Minum soda?)
“Yes. Something wrong with that?” (Ya, ada yang salah dengan itu?)
“It’s tottaly wrong. You are here to lose yourself a bit. Just a bit. Nothing gonna out of your own control.” (Itu sangat salah. Kamu di sini untuk melepaskan dirimu sedikit. Cuma sedikit. Tidak akan ada sesuatu yang di luar kontrolmu)
“Im gonna sit here and you can dance, or anything else.” (Aku akan duduk di sini dan kamu bisa berdansa atau apa pun)
“Oh, Khata! Ayo keluar. My mood is ruin now.”
Dia kemudian menggandeng tanganku dan membawaku keluar dari club itu menuju basement. Tanganku yang menahan sakit itu akhirnya dia lepaskan ketika kami sampai di depan mobilnya. Tidak sepatah kata pun terucap dari bibirnya. Dia hanya menyalakan mobil dan keluar dari parkiran mobil mall itu.
“Sori ya udah ngerusak malam minggumu.”
“It’s okay.”
Jalanan malam itu dibasahi hujan rintik. Clement melajukan mobilnya pelan, seakan seirama dengan hujan. Aku mengambil nafas panjang lagi. Kali ini bau yang aku rasakan lebih baik, aroma interior mobil Clement.
“Kamu mau ke mana?”
“Anterin kamu pulang.”
“Hmm, bisa nggak kita liat drag race?”
“Ha?” Clement menghentikan mobilnya ke tepi jalan. Dia memandangku dengan - yang aku tebak kaget, cahaya dari luar mobil tidak membantuku untuk melihat wajahnya lebih detail–
“Kamu kenapa? Ta, mending bilang aja deh. Ini bukan kamu sama sekali. First, you wanna go to club, now you wanna go to see drag race.” (Pertama, kamu mau ke club, sekarang kamu mau melihat drag race)
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic In You
RomanceSejak mata ini pertama kali melihatmu, kamu berhasil menyita perhatianku. Kala itu, kalau kamu masih ingat, kamu menggunakan sepatu nike, yang seperti kamu tau adalah brand sepatu favoritku. Mungkin, campur tangan Tuhan pula, malam itu mobilmu mogok...