3'RD PERSON POV
“AKU MENCINTAIMU!”“Maksudmu?”
“Aku sungguh-sungguh mencintaimu, apa sedikit pun sisi hatimu tak merasakannya?”
“Aku nggak ngerti maksudmu.”
“Kamu memahaminya dengan baik, KHATA!”
“Aku nggak ngerti apa yang kamu maksud!”
“Lalu apa maksud ciumanmu? Maksud seluruh perhatianmu?”
“Sebagai tanda bahwa aku..” Suara Khata tenggelam. Di sudut tempat tidurnya dia memandang lantai, memikirkan jawaban yang paling tepat yang bisa dia berikan untuk Kirana.
“Bahwa kamu apa, Khata?” Beberapa menit berlalu. Emosi memenuhi ruangan. Emosi Kirana yang meluap-luap. Kirana sudah tidak mampu untuk berpikir jernih, emosi telah memenuhi dirinya. Emosi yang tidak pernah dia tahu itu ada di dalam dirinya.
“JAWAB KHATA, JANGAN BIARIN AKU MENGARTIKAN SENDIRI!”
“Tanda bahwa aku adalah teman yang baik.”
“Teman?” Kirana mendengus kesal. Dadanya terasa sangat panas, dia ingin menampar Khata. “Teman mana yang mencium bibir temannya Khata? Aku memang tidak punya banyak teman, tapi aku tau betul, aku tau betul itu bukan tanda teman yang baik.”
“Maaf kalo kamu mengartikannya berbeda.”
“KAMU BERENGSEK KHATA!”
Kirana menatap tajam ke arah Khata. Matanya penuh air mata, penuh rasa sakit yang dia tidak dapat dimengerti. Kirana paham dia dan Khata bukanlah pasangan sejak awal. Tidak pernah ada kata yang mengikat, komitmen yang sama, bahkan kalau bukan karena ciuman di bibirnya, Kirana tidak akan pernah berharap perasaannya ini terbalaskan.
Khata berdiri, mencoba untuk mendekati Kirana. Ia hanya ingin memeluk Kirana, tanpa ada masalah ini. Ia terus bertanya dalam hati, mengapa Kirana harus menanyakan ini. Kalau saja Kirana tidak membahas perihal ini, semua rasa sakit ini tidak perlu ada. Harusnya, semuanya tetap diam, hingga waktunya. Karena bila dihadapkan untuk memilih, pilihan Khata jelas, meski itu adalah pilihan yang sangat berat.
Kirana melangkah mundur. Dia tidak bisa pergi dari rumah itu, dia tidak tega membangunkan nenek, kakek, dan Anka.
Khata melangkah ragu. Dia tidak ingin memberikan sinyal rasa cintanya untuk Kirana. Dia tahu dia harus berhenti bersikap seperti itu. Tapi hasratnya sungguh kuat, ia hanya ingin bersama Kirana.Pada akhirnya, Kirana memilih mengunci dirinya di dalam kamar mandi. Khata dengan pelan terus mengetuk pintu, meminta maaf dan berharap Kirana akan keluar. Dalam hatinya, Khata terus merapal permintaan maafnya, bukan untuk membuat Kirana salah mengartikan namun karena ia tidak bisa untuk jujur.
Untuk Khata, kebahagiaannya sudah lengkap, tanpa ada rasa mengikat dengan komplikasi dosa dan norma. Khata hanya ingin seperti ini, tanpa ada apa pun diantara mereka. Sedangkan Kirana, dia sudah terbiasa dengan kehangatan keluarga Khata, sudah terbiasa dengan bersama Khata. Yang ia harapkan tak lebih adalah bisa bersama tanpa terpisahkan dari semua yang ia miliki sekarang. Ia ingin bersama Khata, dengan berada di sampingnya. Bukan sebagai orang asing.
Kirana akhirnya membuka pintu kamar mandi setelah hampir satu jam di dalamnya, membuat Khata hampir jatuh karena bersandar di pintu itu. Kirana hanya menatap lembut mata Khata. Ia tahu yang terjadi, mungkin. Tapi yang ia tahu, mata orang yang dicintainya ini, tak pernah bisa berbohong.
“Aku tetep ke US buat temenin Anka sampai dia lulus, tapi kamu harus tau Khata, aku mengenalmu dengan sangat baik dan aku tau kamu bohong sama aku. Aku nggak akan nyerah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic In You
RomanceSejak mata ini pertama kali melihatmu, kamu berhasil menyita perhatianku. Kala itu, kalau kamu masih ingat, kamu menggunakan sepatu nike, yang seperti kamu tau adalah brand sepatu favoritku. Mungkin, campur tangan Tuhan pula, malam itu mobilmu mogok...