19. Blok Mahakam

508 56 0
                                    

KHATA'S POV

"Kita semua di sini tau, blok mahakam adalah salah satu bukti dari sebuah ironi besar. Kekayaan sumber daya alam Indonesia yang luar biasa kaya malah tidak bisa dirasakan oleh rakyatnya. Dari hasil rapat pertemuan terakhir, kita telah diberikan beberapa data dan fakta yang akan dibeberkan oleh Khata." Haris memberikan pengantar materi rapat terakhir, sekaligus materi paling berat.

Hasil rapat dari BEM Seluruh Indonesia minggu lalu meminta untuk masing-masing uiversitas mengarahkan agar mengemukakan tanggapan terhadap blok mahakam. Isu ini memang di bawakan dari teman-teman Bandung, yang memang salah satu jurusan mereka berkecimpung langsung mempelajari seputar operasi blok mahakam.

"Sebelumnya, mungkin teman-teman di sini masih banyak yang belum kenal dengan apa yang namanya blok mahakam ini. Blok mahakam merupakan lapangan penghasil gas terbesar yang mencapai 30% produksi gas nasional. Pertama kali blok mahakam ditemukan memiliki cadangan terhitung sebesar 26 Triliun Cubic Feet (TCF) gas dan 1,4 miliar barel minyak," Aku membalikkan lembaran dengan logo gajah di pojok kiri atas. Lembaran kusut inilah yang telah membuat dua hari kebelakangku sibuk.

"Blok mahakam ini terletak di pesisir kabupaten Kutai kartanegara, Kalimantan Timur. Kontrak blok mahakam ini pertama kali ditanda tangani pada 31 Maret 1967 dalam kontrak kerjasama atau yang disebut juga KKS untuk waktu 30 tahun. Kemudian kontrak ini diperpanjang 20 tahun hingga 31 Maret 2017. Operator blok mahakam kini adalah Total (Perancis) dengan kepemilikan saham 50 : 50 dengan Inpex (Jepang)" Mataku melihat teman-teman dan para junior staff yang duduk bersila denganku di ruangan sekretariat. Ini adalah rapat besar pertamaku sebagai Ketua BEM. Ada sedikit perasaan gugup dan takut aku masih belum mampu memimpin dan membawa visiku terhadap organisasi ini ke depan. Banyak sekali harapan-harapan atas perbaikan dan pencapaian yang digantungkan di pundak-pundak kami ini.
"Diperkirakan masih ada cadangan minyak sebesar 100 juta barrel, dengan asumsi harga gas 12 US$/MMBtu dan harga minyak 100 US$/barrel maka blok mahakam dapat menghasilkan pendapatan kotor hingga sebesar 106 miliar US$ atau sekitar Rp 1200 T. Dan untuk diketahui, pada tahun 2014 produksi migas blok mahakam adalah 70.000 barrel / hari dan produksi gas sebesar 1780 MSCFD (Million Standard Cubic Feet per Day)" Aku kembali melanjutkan pembacaan data seputar blok mahakam setelah jeda untuk melihat fokus dari isi ruangan. Ruangan segi empat yang ternyata cukup luas untuk menampung seluruh pengurus BEM pusat ini berwarna krem cerah dengan satu sisi telah dilukiskan logo BEM dan logo kepengurusan tahun ini.

"Dengan jumlah nilai keuntungan sebesar itu, kita bisa memperkirakan sendiri berapa banyak pembangunan di berbagai sektor dapat dilaksanakan. Di sini kita bicara tentang kedaulatan negara. Kekayaan negeri yang harus diolah dan dinikmati oleh anak bangsa." Aku menutup lembaran-lembaran data ditanganku dan mulai melihat ke sekeliling ruangan. Tanganku aku kepalkan menjadi satu karena keringat dingin yang mengalir. Meski aku sudah biasa memimpin rapat, tapi tetap saja aku memimpin mereka yang belum aku kenal baik, bahkan nama saja aku masih belum hafal sepenuhnya ada suatu rasa gugup tersendiri.

"Keadaannya kini pada pihak pemerintahan, terjadi perdebatan antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), BP Migas, Kementerian BUMN, DPR, dan Pertamina dalam menanggapi hal ini. Kementerian ESDM dan BP Migas lebih memilih memperbaharui kontrak kerja sama. Di tahun 2017, Total dan Inpex tidak langsung meninggalkan Blok Mahakam dengan alasan transfer teknologi kepada Pertamina. Kementerian BUMN mengambil sikap sama tetapi dengan perubahan persentase: 70% keuntungan ke Negara dan 30% ke perusahaan. Sebagian anggota komisi VII DPR dan Pertamina beranggapan bahwa ketika kontrak berakhir maka tidak perlu ada perpanjangan: Blok Mahakam harus diserahkan 100% pada Pertamina." Pandanganku dapat menangkap sebuah tanda tanya besar pada mata-mata di ruangan itu. Materi ini memang jelas bukan keahlian kami.

Sekitar setengah jam aku bercerita, menanggapi pertanyaan dan menjadi sang penanya. Aku sendiri belum sepenuhnya mengerti tentang materi ini. Hanya permukaan isu ini saja yang baru bisa aku mengerti. Tidak seperti teman-teman Bandung yang membawa isu ini ke depan muka BEM SI, aku masih harus banyak belajar. Secara jelas aku telah menyampaikan persoalan ini ke rapat hari itu. Untuk seluruh kebijakan yang aku ambil aku meminta untuk para kabinet dan staff saling membantu untuk bisa mengeluarkan keputusan-keputusan atas tidakan yang akan dijalankan oleh BEM pusat.

Magic In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang