KIRANA'S POV
Aku menghela nafas, entah untuk keberapa kalinya. Cuap Tantra dan Badril sedari tadi berlalu begitu saja. Cake Hummingbird yang aku pesan sama sekali belum aku sentuh. Pikiranku melayang lagi pada dirinya.
“Na, lo lagi ada masalah?” Tantra tiba-tiba bertanya padaku.
“Nope.” Aku menjawab santai dengan senyum.
“Ah, gue tau, lo pasti sedang merindukan seseorang kan?” Tepat sekali! Aku merindukan seseorang.
“Nope.” Jawabku dengan senyum kembali. Tidak, tidak mungkin aku berkata merindukan Khata.
“Ah, lo ga asik banget sih Na.”
“Biarin aja Tan, udah kemajuan anak rumahan satu ini sekarang mau diajak hang out sepulang kerja.” Badril tertawa ringan. Sejak Khata pulang ke Surabaya, aku sungguh mati bosan di rumah. Sedih berkepanjangan, padahal aku tahu dia masih akan balik ke Jakarta dua minggu lagi untuk wisudanya dan setelah itu baru ke Kalimantan. Karena hal itulah aku akhirnya memutuskan untuk ikut “acara selepas kantor khas Tantra dan Badril” alias nge gossip di café rooftop ini.
“Eh kan dari dulu kalo ada traktiran gue selalu dateng.”
“Beda nona manis! Lo itu kaya udah punya anak tiga yang perlu diurus di rumah tau ga lo. Dulu-dulu kan lo selalu nolak kalo kita mau ajakin keluar.” Yah, apalah dikata, lebih menyenangkan untuk bisa bersama Khata daripada menggossip dengan mereka.
“Ampung bang, ampun. Ga usah muncrat juga kalo ngomong bang!”
“Tau nih Badril, kalo ngomong soal lo aja semangat udah kaya banteng.”
“Ah, masih mending gue semangat kaya banteng, daripada elu, semangat nya kalo ketemu Clement udah kayak singa laper dikasih makan .”
“Clement siapa? Si bule?” Aku mencoba-coba mengingat teman kerja bernama Olsen. Dari beberapa minggu yang lalu memang ada seorang bule dari kantor seberang berusaha untuk melobi kontrak dengan perusahaan kami. Rambut cokelat, mata cokelat, dan kurus. Dan tentu saja aku lupa siapa namanya.
“Clement dari G n G. Oh my God Kirana, where have you been this whole time!”
“Gue, di sebelah Badril selalu kok.” Aku tersenyum jahil, membuat Tantri menghembuskan nafas lebih keras.
“Lo serius nggak tau siapa Clement? Lo ga pernah lihat Clement itu malaikat kayak apa?” Tantri bertanya kembali dengan nada sedikit tidak percaya.
“Bukan malaikat woy, manusia juga. Lebay amat dah.” Badril menyalak seakan tak setuju dengan perkataan Tantra,
Tak lama kemudian Tantra menunjukan foto seorang lelaki dengan fisik yang bisa dibilang menarik banyak wanita. Dan aku baru teringat, setiap pagi aku selalu bertemu dia di lift.“Oh, dia namanya Clement?”
“Nah tuh lo tau!”
“Iya biasa ketemu di lift tiap pagi, kadang pulang juga ketemu.”
“Seriously? Ah, lo beruntung banget pagi-pagi udah ketemu yang bikin semangat.”
“Biasa aja tuh, Tra. Makanya jangan telat mulu.” Aku tersenyum menjahilinya, membuat Badril tertawa puas melihat muka sebal Tantra.
Kami memutuskan untuk segera pulang mengingat hari sudah petang dan Tantra ada jadi ketemu dengan adiknya. Badril menawarkanku tumpangan sampai rumah karena jalur pulangnya searah. Aku menyetujuinya, walau sedikit khawatir karena aku harus duduk di motor 150 cc milik Badril.
Badril memberikanku helm setelah pinjam dari karyawan restaurant itu. Aku naik ke motornya seperti yang ia perintahkan. Dia sudah menutup helm teropongnya lalu kemudian sadar aku tidak berpegangan pada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic In You
RomanceSejak mata ini pertama kali melihatmu, kamu berhasil menyita perhatianku. Kala itu, kalau kamu masih ingat, kamu menggunakan sepatu nike, yang seperti kamu tau adalah brand sepatu favoritku. Mungkin, campur tangan Tuhan pula, malam itu mobilmu mogok...