KIRANA'S POV
“Hai kalian berdua. Maaf ya lama banget nggak ke sini.” Aku mendekati mereka, lalu duduk di tempat yang aku bisa.
“Aku punya temen lho sekarang! Namanya Khata Metta Sutta, biasanya temen-temennya manggil dia Tata, tapi aku lebih suka panggil dia Khata, lebih unik.” Senyumku refleks mulai mengembang ketika sel-selku membangunkan ingatan tentang dia.
“Kalian kalo ketemu dia pasti langsung klop deh, soalnya anaknya supel banget, banyak temennya, apalagi fansnya. Emang sih dasarnya dia baik banget, cantik, bakat segudang, pinter lagi. Sempurna banget ya? Meskipun gitu mau lho jadi temen aku. Dan entah kenapa, rasanya aku nyaman banget kalo ada dia di sekitarku. Jadilah dia sekarang sahabatku, temen satu-satunya sih emang. Ya, kalian taulah.” Aku menunduk, mencoba memikirkan bahasan apa lagi yang akan menyambung perkataanku.
“Oh ya, kita kemarin dari Bali! Dia ngajak aku ikut liburan, katanya ada waktu kosong habis studi ekskursinya. Aku ketemu satu temen baik dia, orangnya nyebelin banget. Namanya Ara, dia nggak bisa diem, selalu aja ada yang dia kerjain. Oh ya, orangnya cinta banget sama hewan, kayak siapa ya.” Sedikit tawa keluar dari mulutku, seperti puas menyinggung salah satu dari mereka.
“Eh, ngomong-ngomong, aku sekarang udah kerja lho! Kemarin di tawarin kerja di Oil and Gas International Company. Hebat kan aku?” Aku kembali tertawa kecil, menertawakan diriku sendiri yang bersikap sombong. Benar-benar bukan gayaku, aku tau.
“Tenang, papa masih kirim duit kok. Nggak kurang sepeser pun.” Senyap. Dengan jeda sangat lama.
“Yah, tentang mereka. Kalian mungkin udah tau, mungkin udah liat dari atas sana.” Senyap lagi. Dengan jeda yang lebih lama.
“Kalian udah bicara sama Tuhan buat kasi aku temen ya?” Sedikit tawa keluar dari tenggorokanku, merasa kata-kataku sungguh konyol.
“Kalian inget kan setiap kali gimana ayah bunda tengkar, kalian selalu peluk aku sama tutup telinga dan mata aku? Setelah kepergian kalian berdua, rindu banget bisa ngerasa aman kaya dulu...”
“Khata kemarin meluk aku, kak. Rasanya nyaman banget, serasa pelukan kalian.” Aku tersenyum dengan mataku tertuju lurus ke dua nisan di depanku. Sudah lama aku tak mengunjungi mereka, entah ada angin apa, rasa bersalah menjalar kemarin malam, membuatku memutuskan untuk mengunjungi mereka hari ini.
“Kak, maaf ya nggak bisa lama-lama. Aku mau jemput Khata di Bandara.” Aku kemudian menaburkan bunga-bunga dan menyiram kedua kuburan kakakku dari atas kepala nisan hingga ke ujung bawah.
“Aku sayang banget sama kalian.” Bibirku membisikkan kata-kata terakhir sebelum aku beranjak, berjalan menjauh dari kuburan Kak Kalani dan Kak Kenda.
Setelah perjalanan hampir dua jam dari tengah kota berebut jalanan Jakarta, sampai juga di terminal satu Bandara, lima belas menit sebelum jadwal pesawat Khata sampai. Aku duduk di salah satu restaurant cepat saji yang ada di sekitar daerah kedatangan, hanya memesan minum untuk formalitas supaya tidak di usir. Sekitar setengah jam aku terlarut dalam To Kill a Mockingbird, Khata akhirnya muncul, tentu dengan senyum yang luar biasa lebar. Orang ini baru turun dari pesawat aja tetep seceria ini, heran deh.
Langit sudah berubah jingga ketika mobilku keluar dari bandara. Khata menyetir mobilku pelan, terlalu pelan.
“Tuker aku aja yang nyetir sini.”
“Ha? Ngapain?”
“Kamu kayaknya capek gitu.”
“Ah, enggak kok.”
“Kamu nyetir pelan banget.”
“Normal ini, Na.”
“Ta, 40 KM/JAM. Please. Kalo kamu nyetir kaya gini terus bisa-bisa baru tahun depan baru sampe rumah kamu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic In You
RomanceSejak mata ini pertama kali melihatmu, kamu berhasil menyita perhatianku. Kala itu, kalau kamu masih ingat, kamu menggunakan sepatu nike, yang seperti kamu tau adalah brand sepatu favoritku. Mungkin, campur tangan Tuhan pula, malam itu mobilmu mogok...