25. LAST.

60 4 5
                                        

"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,"
"(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali)."
"Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 155 - 157)

.
.
.
.
.
🍃🍂



"Selamat pagi pak, Bapak memangggil saya?" Illa menghadap Direkturnya setelah sempat memberi hormat. Pria awal empat puluhan itu menatap dengan pandangan yang sulit di artikan, sebuah senyum remeh muncul berbarengan dengan di lempar lembarana kertas di tangannya untuk berserak di kaki Illa. Illa terkejut sempat memundurkan kakinya yang lemas seketika melihat raut merah redam dari Bos-nya itu.

"A-ada apa yah pa--"

"Kamu di pecat." Illa membelalak,

"Apa pak? Dipecat? Saya melakukan kesalahan pak?" Tanya Illa yang di hadiahi lembaran kertas beterbangan di sekitarnya, tubuhnya mengkaku tak menemuka sedikitpun kebohongan dari wajah sang Bos yang biasa selalu tersenyum ramah padanya itu.

"Saya kecewa, padahal saya sudah sangat percaya kamu dapat di andalakan dan paling tidak mungkin mengkhiananti kepercayaan saya."

"Apa ini pak?" Illa berjongkok memungut selembar kertas yang kembali berhasil membuat matanya membola.

"Bukankah ini--" Nafasnya tercekat, Illa sangat mengenal kertas-kertas di lantai itu. Yang tengah ia pegang diingat Illa adalah surat kontrak yang gagal, karena satu pihak belum memenuhi isi perjanjian, di kertas lain Illa menemukan tanda tangannya jelas tercetak sebagai penanggung jawab pengeluaran dana yang di peruntukan buat pembelian suku cadang baru dan itu sangat besar jumlahnya.

Tapi bagaimana mungkin, sedang Illa saja tidak mengurus masalah ini selain mencatat nominalnya, bukan pekerjaan Illa untuk berkuasa memberi izin menggelontorkan uang sebanyak ini, jelas Illa tak tahu apapun di sini.

"Sa-saya tidak melakukannya pak, saya tidak tahu sama sekali--bagaimana bis--Pokoknya saya tidak bersalah pak! saya, saya... "

"Saya tidak butuh alasan kamu, kamu tak berhak membela diri di saat semua bukti sudah berbicara." Lelaki paruh baya itu bangkit, melonggarkan dasinya dan menatap nyalang Illa.

"Sebanyak ini, semua jelas. Bukti menunjuk kepadamu semuanya nona Laila."

"Tapi pak, bapak kan juga tahu, bukan kewenangan saya untuk mengurus perkara ini, bagaimana mungkin saya berani, saya tidak mungkin bisa Melak--"

Brak

Tubuh Illa membatu mendengar tangan bosnya itu baru memukul meja, tidak lebih tepatnya menaruh sebuah kertas lagi di sana.

"Namun itu sudah terjadi, lalu bagaimana? Kau harus membayar ganti rugi Nona Laila." Lelaki itu menurunkan nada bicaranya, memijit pelipisnya lalu kembali ke kursinya.

"Kau di pecat dan tak akan mendapat pesangon."

"Ap-pak, kenapa, kenapa anda bisa semudah ini memutuskannya. Mengapa tak coba menyelidiki dulu atau setidaknya dengarkan penjelasan saya du--"

"Tidak bisa, Saya tidak bisa nona Laila, kesalahanmu sudah sangat fatal. Seharusnya kau bisa di deportasi atau bahkan di penjara, kesalahanmu sebenarnya bukan perkara sepele kau melakukan Korupsi, kosrupsi !" Lelaki itu menggigit bibir bawahnya saking kesalnya, sebenanya ia juga tak ingin memaki Illa seperti ini karena ia sendiri juga masih tak percaya Illa mampu mengecewakannya seperti ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 17, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[I↓M] an IDOL and METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang