08. MEET AGAIN

30 8 1
                                        

'Pasti bukan padaku' Illa mengulum senyum kecil, menaruh kembali remot ke atas meja perlahan.

"Yeorobun~" Dugaan Illa benar, Min Hyuk tak meminta maaf pada dirinya, tapi ia di buat kembali ingin menebak.

"Yeorobun (semua)? " Illa memicing pada pemuda itu.

"Kau merasa bersalah pada banyak orang ternyata. Baguslah jika kau menyadarinya." Entah dorongan dari mana Illa mendekatkan dirinya ke telinga pemuda itu.

"Kau pasti akan segera mendapatkan maaf dan kepercayaan mereka lagi, terlepas dari semua orang akan menerimanya atau tidak. Setidaknya kau sudah menyadari dan berusaha... Aku permisi." Setelah-nya Illa sungguh keluar, sambil berharap Semoga tak akan kembali lagi ketempat ini.

****


Fajar perlahan beranjak pergi dan membiarkan pagi berselimut cahaya, matahari menyelimuti bumi. Seoul adalah kota yang tak pernah tidur, tidak malam apalagi siang. Aktifitas manusia terus berjalan dua puluh empat jam sehari bergiliran tanpa henti.

Seorang gadis berbaju biru muda laut selutut dengan legging putih susu, tersenyum tipis sembari berjalan, ia baru keluar dari Taxi yang mengantarnya, melihat arlojinya. 06:25AM yang tertera di sana. Masih pagi, tapi para pencari nafka sudah stan by di berbagai penjuru kota memulai aktifitas.

Ia menilik tas yang ia tenteng di tangan tempat jamnya bertengger. Lalu kembali menyeleksi sekitar dan menyadari jika hanya tingga satu belokan lagi dan dia sampai di tujuan.

Ia berdiri, tertegun memandang sebuah banner berisi belasan wajah cerah yang terlihat bahagia, semuanya tampan dan cantik. Banner itu terpasang di pagar sekitar gedung berkaca gelap serta memiliki palang nama besar bertulis. USB ENT'

Nama dari tempat yang sudah membuatnya merasa kan bermacam-macam emosi selama aktif mendukung anak asuh Agensi artis itu selama tujuh tahun terakhir. Ia memandang deretan huruf itu dengan rasa bercampur, ia marah, kesal juga kecewa, sangat.

Beranjak dari posisi, menaiki tiga anak tangga teras bangunan tersebut, menghampiri meja aluminium di pojok bangunan. Ia menaruh benda yang di bawanya ke meja berwarna hitam itu, setitik air mata Lolos.

Hatinya sedang hancur, hingga apapun yang ia lakukan tak kunjung mampu menyembuhkan-nya. Setidaknya apa yang tengah ia lakukan ini sedikit mengurangi nyeri batin-nya.

"Aku harap kau akan memakainya, meskipun tak mungkin." Guman gadis itu sendu pada dirinya sendiri. Ia berbalik hendak pergi, menyudahi kegiatan tak biasanya pagi ini, untuk segera menuju kampus.

Baru satu langkah, kakinya berhenti. Tubuhnya membeku tiba tiba. Dia, orang yang sedang di fikirkan Wanita bernama Ae Ra itu tak disangka kini tepat ada di depan hadapan-nya-. Dan membalas tatapan matanya, ia tak pernah bertatapan se-intens ini dengan pria itu biar pun tujuh tahun telah ia penuhi dengan menyorakan nama pemuda itu dengan lantang kapan ia Mau.

"A-aron." Reflek, suarannya pelan. Karena tenggorokan-nya kelu bahkan sebenarnya ia kesulitan bernafas saat ini.

Keduanya seperti terperangkat penglihatan satu sama lain, sepuluh detik berlalu barulah mereka saling mengerjab dan kembali menyadari situasi dan kondisi, beberapa pejalan kaki sampai memperhatikan mereka berdua.

"Ah, nee aku Aron. Anyeonghaseyo." Ujar Aron ramah. Ae Ra masih canggung, tubuhnya meremang bahkan seulas senyum pun tak kunjung mau terbit di bibirnya, diri-nya malah membungkukan kepala lalu pamit pergi begitu saja meninggalkan Aron yang bingung melihat kelakuannya.

Ae Ra sudah tak terlihat bayangnya sejak melalui belokan, Aron dengan raut herannya tak ingin ambil pusing lebih lama pun beranjak memasuki gedung Agensinya itu, tapi ia tertarik dengan bungkusan yang baru di tinggalkan gadis itu di tempat khusus kado fans.

[I↓M] an IDOL and METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang