2006
Pradjna melangkahkan kedua kakinya memasuki rumah yang telah dia tinggali bersama dengan Peter selama lebih dari 4 tahun lamanya. Kedua matanya nampak memandangi setiap sudut ruangan rumah itu. Kepingan memori beberapa tahun sebelumnya menari nari di depan mata nya. Begitu manis sehingga tanpa sadar senyuman yang telah lama hilang dari wajah cantiknya akhirnya tercipta meski hati dan jiwanya sudah terluka begitu dalam
"Kamu akan selalu jadi satu satunya, Queen. Jangan pernah merasa sendiri. Selalu akan ada tawa dalam rumah tangga kita. Dan aku pastikan kamu akan lupa bagaimana caranya untuk menangis"
"I love you Queen. "
Pradjna kembali melangkahkan kakinya menuju ruang makan, tempat favorit mereka berdua. Ruang makan yang memang didesain dengan sebuah pantry di depannya, adalah bagian paling di sukai oleh Peter
"Kamu selalu cantik kalau sudah pake appron."
"Aku ga mau makan kalau itu bukan masakan kamu, Queen. Aku ga bisa, sayang"
Pradjna menyentuh setiap barang yang ada di ruangan tersebut. Semuanya punya kenangan tersendiri. Kenangan tentang Peter yang menyanjungnya selayaknya seorang Ratu yang ada di sebuah istana.
"My Queen, bagaimana aku bisa hidup tanpa kamu?. Sedangkan untuk bernafas saja, aku butuh kamu ada di sisiku"
Penggalan pujian dan kata kata manis Peter kembali memenuhi setiap sudut ruangan itu. Bagaimana Peter memperlakukannya selayaknya batu berlian. Bagaimananya Peter selalu menyentuh kulitnya dengan lembut. Bagaimana Peter dengan segala sikap arogannya namun akan berubah menjadi manja selayaknya anak Tk ketika mereka sedang bersama.
"Queen, mulai hari ini aku mau makan kalau kamu suapin aku ya"
"Kamu harus ikut kalau aku ada tugas ke luar kota ya!! Aku ga bisa kalau harus makan tanpa ada kamu"
Pradjna akhirnya memilih untuk meninggalkan ruang makan menuju ke ruang kerja Peter. Saat Pradjna membuka pintu ruang kerja itu, kembali...puzzle kenangan indah memenuhi pandangan matanya
Ruang kerja itu juga menjadi saksi bagaimana mereka berdua berinteraksi selayaknya rekan kerja. Setiap langkah dan pemikiran yang Peter ambil adalah atas ide cemerlang seorang Pradjna. Pradjna tetaplah seorang Dewantara, putri tunggal Prabu Dewantara. Tak ada yang bisa menyangkal bahwa darah Dewantara sangat dominan dalam diri Pradjna. Meski terkesan lemah karena memang penyakit yang dideritanya, kejeniusan dan kecemerlangan otak seorang Pradjna tak bisa dianggap remeh. Itulah alasan mengapa Peter lebih suka mengerjakan segala tugasnya di rumah.
"Harusnya kamu yang ada di posisiku. Kamu lebih capable dari aku"
"Aku bener bener ga bisa tanpa kamu, Queen. Bahkan setiap ide dan analisis kamu selalu tepat"
"Makin cinta aku sama istriku....jangan tinggalkan aku ya"
"Beneran ini aku bener bener ga bisa hidup tanpa kamu"
Pradjna berjalan mendekat ke arah pigura besar yang terpajang di tengah ruangan. Pigura yang berisi potret mereka berdua ketika sesaat selesai akad. Ada bahagia di sana. Ada harapan terpancar dr potret mereka berdua. Harapan untuk menua bersama yang sekarang hanya lah sebuah impian kosong tanpa mungkin bisa terwujud.
Perlahan, Pradjna memundurkan langkahnya meninggalkan ruang kerja Peter. Hatinya menggerakkan kedua kakinya menaikki anak tangga menuju kamar tidur mereka. Tempat mereka berdua memadu kasih, melepaskan segala kepenatan dunia. Tempat mereka saling memyatukan satu dengan yang lain.
"Jangan sedih sayang. Kamu pasti sembuh.Ada aku yang selalu di sampingmu"
"Kamu tau, keinginan terbesarku sudah terpenuhi. Menjadikanmu yang pertama di saat pagi aku membuka mata. Dan menjadikanmu yang terakhir di saat malam aku menutup mata. I love you, wife"
KAMU SEDANG MEMBACA
PRADJNA Season I (Tamat) Dan Pradjna Season II (On Going)
RomanceSeorang perempuan cantik, keturunan bangsawan tanah jawa, putri tunggal seorang pengusaha sukses mempunyai kisah cinta yang tidak biasa. Sebuah kisah cinta yang punya prolog begitu indah dan sangat manis. Tak ada yang mengira jika cerita cintanya p...