She is still mine

2.8K 231 9
                                    

2007

Peter terus melangkahkan kakinya yang serasa semakin berat. Lelaki itu merasa telah mempercepat langkahnya, namun kali ini mengapa jarak dari ruang tunggu dengan pintu pesawat jet pribadinya terasa jauh. Sedangkan kedua tangannya masih sibuk dengan dua benda pipih yang sedari tadi tak berhenti menyala.

"Jangan sampai para pengkhianat itu kabur"

"Tutup semua pintu keluar rumah sakit"

"Bunuh siapapun yang menghalangi

Ucapan dengan nada perintah yang tegas terucap berkali kali dari birai seorang Peter. Kedua netranya pun nampak memerah pertanda kelelahan. Namun, sebuah pesan singkat yang baru ia terima 5 jam yang lalu, menghapus segala rasa lelah yang menderanya.

Awalnya, lelaki itu menaruh curiga karena sederet pekerjaan yang terkesan urgent menghampirinya tanpa jeda. Bahkan di hari yang sama, ada banyak appointment di luar Amsterdam dan sangat membutuhkan kehadirannya.

Dengan sangat berat hati, Peter segera bertolak menuju London di hari yang sama dimana sang mertua datang. Bahkan banyaknya pekerjaan membuatnya lupa tentang kondisi anak dan istrinya.

Malam telah begitu larut ketika Peter hendak mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Jam dinding pun telah berdetak di angka jam 3 pagi..Tubuhnya pun telah berada di atas ranjang namun ingatannya tentang anak dan istrinya membuatnya urung untuk segera terpejam. Tangannya meraih benda pipih yang tergeletak di atas meja kecil di samping ranjang. Beberapa menit kemudian, tubuh yang telah terbaring mendadak berdiri dengan kilatan marah yang tak bisa dijelaskan oleh apapun.

Pengkhianat dan pengkhianat. Kata itu yang selalu dia gumamkan sepanjang jalan menuju bandara. Sebuah pesan singkat dan beberapa rekaman video yang dikirimkan oleh Bianca, membuat kemarahan dalam dirinya membuncah. Otaknya pun tak berpikir sehat lagi. Segera dia menghubungi beberapa orang kepercayaannya untuk segera mengamankan anak dan isterinya.

Lawannya kali ini tidaklah mudah. Peter harus menghadapi mertuanya dan ayah angkatnya. Namun lelaki itu seolah tidak peduli. Apapun dan siapapun yang mengusik ketenangan rumah tangganya harus menyingkir atau disingkirkan.

"Pergi....atau .....mati"

Dan disinilah dia berada. Didalam jet pribadinya dimana tepat pukul 6 pagi waktu London, burung besi miliknya melesat jauh menembus lapisan langit menuju kota Amsterdam.

Peter terus memberikan perintah melalui ponsel pribadnya. Bahkan di dalam baju yang ia kenakan, dua buah revolver siap dia pergunakan.

"Aku akan mempertahankan kalian, meski tangan ini, harus dibasuh dengan darah mereka"

############

Pagi hari itu, Pradjna nampak sangat cantik meski kedua netranya masih setia terpejam. Tangan Prabu dengan telaten membersihkan tubuh lemah putri tercintanya. Tak pernah sedetik pun, Prabu meninggalkan putri kesayangannya.

"Apa kabar putri papa pagi ini?"

"Anak papa...masih belum mau bangun, Sayang?"

Dengan sebuah handuk kecil yang telah dibasahi air hangat, dengan hati hati lelaki itu membasuh setiap bagian tubuh putri kecilnya itu. Kegiatan yang sebelumnya dilakukan sendiri oleh menantunya.

"Kamu ga rindu kami, Nak?. Ga rindu El?"

Dengan telaten, pria yang berstatus ayah kandung Pradjna itu, memiringkan tubuh rapuh sang putri ke kanan dan kemudian ke kiri. Pemandangan miris terlihat di sana. Tubuh Pradjna yang mengurus, dengan tonjolan tulang rusuk yang sedikit terlihat, membuat lelaki paruh baya itu tak kuasa lagi untuk menangis.

PRADJNA Season I (Tamat) Dan Pradjna Season II (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang