Selamat siang semua. Akhirnya moodku kembali deh untuk melanjutkan cerita Pradjna setelah kemarin konsentrasi penuh untuk menyelesaikan Prasasti. Semoga kalian masih setia dengan cerita ini yang konfliknya tak berkesudahan.
Happy Reading semua
2012
Pradjna memilih diam di sepanjang perjalanan menuju kediaman mereka. Hanya mereka berdua saja di dalam mobil, sedangkan Elea telah terlelap tidur dengan baby sitternya di mobil yang lain. Berkali kali tangannya yang lembut, mengusap air mata yang membasahi wajah cantiknya.
Peter memilih untuk tidak berkata apapun. Kondisi yang baru saja mereka alami beberapa saat yang lalu, tidaklah sesuai dengan impian istrinya. Lelaki itu sudah menduga sejak awal bahwa akan sangat sulit untuk Prabu bisa menerimanya sebagai suami dari putri kandungnya.
Hanya Mahendra yang jadi pilihan utama bagi Prabu. Sampai kapanpun, restu itu hanya untuk kakak sepupunya. Peter melihat sendiri bagaimana kakak sepupunya itu tersenyum puas ketika Prabu secara terang-terangan menolak kehadirannya.
Sesampainya di kediaman mereka, dan memastikan Elea telah tidur terlelap di kamarnya, Pradjna dan Peter memilih untuk masuk ke kamar tidur mereka. Air mata Pradjna masih tak bisa terbendung.
"Ssttt, Sayang....sudah. Jangan nangis terus"
Pradjna membenamkan wajahnya dalam pelukan suaminya. Tempat yang paling tenang dan nyaman untuk melepas segala kesedihannya.
"Maaf, aku gagal"
Peter kembali memeluk erat wanita yang paling penting dalam hidupnya itu. Peter tidak butuh restu ataupun pengakuan. Cukup Pradjna beserta Elea di sampingnya, itu sudah cukup.
"Dari awal, aku sudah tidak peduli dengan restu, pengakuan atau yang lainnya. Kamu dan Elea ada di sisiku, itu sudah cukup untuk aku, Sayang"
" Tapi...."
" Sssttt....Dengar, istriku. Apapun yang terjadi esok hari, semua adalah tanggung jawabku. Biar aku yang berusaha dan berjuang kalau dengan restu dr Papa, bisa buatmu tidak menangis lagi"
Pradjna mencoba menyunggingkan senyumnya meski kini jauh terasa lebih berat. Peter yang seolah mengerti kegundahan istri tercintanya, mencoba mengurai kesedihan Pradjna dengan mencium lembut bibir merah Pradjna. Wanita itu mencoba menolak namun kedua tangan Peter sudah mengunci pergerakan istrinya.
"Air matamu terlalu berharga untuk mereka, istriku yang cantik"
"Tapi mereka sebut kamu gila. Itu yang ga akan aku terima"
Peter mengecup lembut kening istrinya. Kedua matanya kini menatap lekat setiap inchi wajah lembut istrinya. Tak ada yang berubah meski ada sedikit kerutan di sudut mata indahnya, namun Peter seolah tak peduli. Pradjna selalu cantik baik wajah maupun hatinya.
"Kan memang aku gila. Gila karena cinta kamu"
"Ish...aku serius"
Peter tertawa keras. Jemari tangannya kini lebih senang untuk membantu Pradjna melepaskan gaun malamnya. Sesekali ia mencuri ciuman dan mengecup lembut bahu istrinya yang kini tak tertutup apapun.
"Aku juga serius, Sayang. Aku memang pernah mengalami gangguan mental. Apa kamu lupa?. Tapi selama ada wanita cantik yang ada di depanku ini, gilaku ga mungkin kambuh"
"Jadi tolong, dampingi dan bantu aku. Rasanya aku ingin menguliti mereka satu persatu, tapi karena kamu terus menenangkan aku, niat itu ga terlaksana, kan?
Pradjna berbalik dan menangkup wajah suaminya. Telah belasan tahun lamanya mereka bersama. Banyak aral yang menghadang. Sudah beberapa kali nyawanya hampir melayang karena penyakit mental yang diderita Peter. Namun cintanya tak pernah luntur sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRADJNA Season I (Tamat) Dan Pradjna Season II (On Going)
RomanceSeorang perempuan cantik, keturunan bangsawan tanah jawa, putri tunggal seorang pengusaha sukses mempunyai kisah cinta yang tidak biasa. Sebuah kisah cinta yang punya prolog begitu indah dan sangat manis. Tak ada yang mengira jika cerita cintanya p...