6 | Ketenangan

242 13 0
                                    

Ribuan tetes air berjatuhan ke bumi. Angin begitu kencang disertai petir yang menggelegar. Kalimat takbir terdengar halus dari bibirnya.

Kelana. Ia telah berkelana jauh dalam pikirannya. Membuatnya lelah. Hanya satu cara untuk memulihkan. Dia harus sendirian di suatu tempat, menenangkan diri, mendengarkan derai hujan yang nyata, jauh dari bising kehidupan yang mengganggunya.

Namun suasana tidak mendukung sama sekali. Di saat kini ia benar-benar jenuh dengan kehidupan, ia malah tak punya kesempatan menenangkan diri.

Ia tak bisa menjadi namanya sekarang, Kelana, berkelana ke tempat manapun. Kemanapun. Asal tidak di rumah. Hanya itu. Tapi orang tua yang ia sayang membuat keadaannya menjadi rumit. Ia tak bisa bebas untuk sementara waktu.

Jika saja suasana hati dan keadaannya baik, dia tidak akan secemas ini. Ia terlalu lelah dalam beberapa hari terakhir. Otaknya terus bekerja sampai ia lupa memberikan istirahat. Ditambah salah satu anggota tubuhnya sakit. Ia tak bisa mengatakan pada mereka. Itu hanya akan menjadikan keadaan yang sudah rumit jadi semakin rumit, atau malah makin berbelit.

Tidak ada yang bisa menolong. Semua telah sibuk dengan urusan masing-masing. Kelana menghela napas. Ia mengusap kepalanya atau mungkin hampir menjambak rambutnya sendiri.

Gadis itu berusaha bangkit dari duduknya. Beranjak untuk mengambil air wudhu. Berharap setiap tetesan air yang membasahi sebagian tubuhnya, dapat membuatnya berpikir lebih jernih. Diambilnya mukena dan sajadah dari lemari, lalu mengerjakan shalat asar yang sempat ia tunda.

Sampai di sujud terakhir. Ia memperpanjang waktu sujudnya. Meminta kepada sang Pencipta, mengeluarkan keluh kesah yang terpendam dalam. Setelah selesai. Dia mengambil Al-Qur'an. Membacanya perlahan, hati-hati, dengan suara yang bergetar dan hujan yang mulai turun dari pelupuk matanya.

Kelana sadar. Kelana tahu. Kelana mengerti, tapi ia mencoba tidak mengerti. Menyalahi segala hal yang masuk ke dalam telinganya. Menyangkal hal-hal yang menyakitinya. Menjauhi yang membuatnya ingin menangis. Hatinya terlalu rapuh untuk menampung. Dengan sedikit sentilan dan suasana yang kurang baik. Mampu membuat keinginan dalam dirinya untuk memberontak.

Siapa yang tahu jika sebenarnya ia selalu memberontak? Mungkin hanya ia dan Allah yang mengetahui.

Ia bisa menangis, menyangkal, memberontak, berteriak ..., layaknya mereka di luar sana. Namun ..., semua tertahan, terpendam, jauh di dalam lubuk hatinya. Dia sudah lelah. Tapi siapa yang ingin mendengarkan? Banyak manusia yang hidup di dunia ini, dan tidak semua termasuk sahabat dan orang tuanya bisa ia percaya.

Berapa banyak topeng kebahagiaan yang harus Kelana simpan dan pakai? Seberapa sering Kelana menunjukkan kepada dunia bahwa ia baik-baik saja?

Ketahuilah, Teman. Seberapa dekat apapun kau dengan seseorang. Seberapa lama pun kau mengenal mereka. Tak menutup kemungkinan ..., jika ada beberapa hal yang tak kau ketahui dan membuat dirimu sebenarnya tidak benar-benar telah mengenal mereka.

Terlalu banyak kepura-puraan di dunia ini. Hingga Kelana tanpa sadar telah berkelana jauh, terlalu jauh dari sang Pencipta. Dan juga ..., telah berkelana jauh dari dalam dirinya sendiri.

Terlalu sibuk menjadi orang lain. Membuat definisi bahagia sebenarnya dalam diri Kelana menjadi hilang.

•••

Um .... Sepertinya ini,
melantur kemana-mana.
-Rainyshaa

Aksara HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang