7 | Bisu

205 11 0
                                    

Desember telah tiba
Hujan turun menggebu-gebu
Sesekali menyela isakan dengan guntur

Kautertunduk dalam
Tak ada suara yang tercipta dari mulut
Jari tanganmu sibuk bermain di layar ponsel
Mencari ketenangan dalam gemericik tawa
Menutup perih dalam kebisuan

•••

Tawa itu begitu hangat dan lepas. Kalimat itu keluar tanpa beban. Berulang kali rasanya Lina ingin menabok mulutnya. Bisa-bisanya ia tak menjaga ucapan.

Saking terlalu lepas. Terlalu terbang jauh. Terlalu bebas.

Ragu menelusup dalam. Menciptakan memori usang dalam kenangan. Di sela hujan kaumenyela.

Gadis itu berguling-guling di tempat tidur. Sesekali menatap langit-langit kamar. Dan berakhir meluncur dalam ponsel.

Sementara Bintang sibuk dengan pena dan kertasnya. Kertas putih itu kosong awalnya, lalu terisi oleh coretan penanya. Kepalanya menoleh pada Lina, dan kembali tenggelam dalam aksara. Menari-nari di sana, menjelajahi pemikiran tentang Lina. Gadis itu selalu membuatnya memiliki ide.

Meski Bintang kesal karena temannya itu tiba-tiba mengetuk pintu, rumah yang kebetulan hanya dihuni olehnya karena orang tuanya sedang pergi membuat Lina langsung meluncur ke kamar setelah pintu ia buka.

Hawa dingin menyerbu masuk. Bintang membuka jendela kamarnya lebih lebar. Netranya menelusuri lingkungan luar. Bibirnya tertarik ke atas.

"Lin, pergi, yuk."

Yang diajak menutup telinga dengan bantal. Bintang mendengus. Ditariknya tangan Lina kuat sampai gadis itu terduduk di pinggir tempat tidur.

"Kemana, sih?"

Bintang memutar bola mata. "Ya, kemana aja. Daripada lo tiduran gak jelas di sini."

"Ga bawa uang. Niatnya emang mau ke sini aja, kalau makan juga gratis. Mau masak juga bebas, Mama kamu juga gak larang."

"Asem. Buru, aku tunggu di luar," Bintang keluar kamar, ia kembali berbalik, "jangan tiduran lagi!"

"Bawel."

*~•~*

Bintang berjalan mendahului Lina. Temannya itu terlalu lambat menurutnya. Lagipula Lina pasti tahu ia akan pergi kemana, dan Bintang akan berpikir dua kali kalau mengajak pergi dengan jalan kaki bila jauh.

Mata Bintang berbinar cerah. Kakinya melaju saat menangkap ayunan di taman. Bermain di sana seraya menikmati udara pagi yang masih segar. Masih pagi. Mungkin Lina memang teman yang gila bertamu ke rumahnya setelah shalat subuh.

"Lama, Lin. Semangat sedikit kalau hidup, tuh."

Lina yang berhasil menghampiri langkah cepat Bintang bersungut-sungut. Bintang tertawa kecil, ia mengarahkan ponselnya pada Lina.

"Apa?"

Bintang menariknya kembali. "Tahu nggak itu gambar apa?"

"Kita."

Bintang tersenyum. Ia mengayunkan ayunannya ke belakang, menutup mata seraya menikmati semilir angin yang terhempas di wajahnya.

"Kamu itu spesial, Lin. Sebelumnya aku gak pernah ketemu orang kayak kamu. Seseorang yang penuh misteri. Kamu dengan segala ekspresi, berubah-ubah sesuai keinginanmu.

"Dan yang aku tahu ..., kamu sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tidak melukai orang lain."


Lina memalingkan kepalanya. Binar redup mata memandang angkasa. Seakan langit lebih menarik di matanya.

"Jangan terlalu sering membohongi diri sendiri ataupun selalu mengalah ....

"Kamu malah nyakitin diri kamu sendiri, Lin."

Kelabu menyerbu datang. Air muncul ke permukaan. Bintang tersenyum tipis sambil terus mengayun ayunan. Membiarkan temannya tenggelam mencerna.

•••

Telat.
-Rainyshaa

Aksara HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang