Angin pantai berhembus. Pepohonan di sepanjangnya bergerak. Gelombang laut mulai cepat datang. Tak sampai satu menit, gelombang di belakang silih berganti menyusul mencapai bibir pantai.
Seorang gadis kecil berlarian di tepi pantai. Sesekali ia berhenti merasakan kaki mungilnya diterpa laut. Tawa kecilnya mengalun sunyi. Tak banyak orang ada di pantai ini. Membuat ia betah di sepanjang petang.
Hingga seseorang menghampirinya. Gadis itu berhenti berlari, bertanya, "Kenapa?"
"Kamu siapa?"
Gadis itu memalingkan hadapnya ke laut. Menatap langit yang jingganya hampir ditelan malam. "Laut," singkatnya.
Seperti tak mendapatkan reaksi dari orang di sampingnya. Ia mengulangi. "Namaku Laut. Kenapa?"
"Oh, kupikir kau menyukai laut. Aku Rendra," Rendra bergumam sebentar, "kau dari tadi sendirian?"
Laut menyerngit. "Apa orang kota selalu bertanya hal yang bahkan sudah ia tahu?" Laut mulai berjalan lagi.
"Hey," Rendra mengejar, "maaf kalau mengganggumu."
Laut masih terus berjalan. Seakan tak ada yang mengikutinya. Menikmati angin berhembus dingin. "Laut," panggil Rendra.
Akhirnya Laut berhenti, menatap warna laut menjadi jingga karena pantulan cahaya matahari. Rendra kembali bertanya, "Kau suka laut ya? Sampai namamu pun Laut."
Laut menggeleng. Cahaya matanya meredup. Rendra mengetahui perubahan dari mata Laut langsung serba salah, sok tahu. "Ah, gak usah dijawab gapapa. Aku cuman cari teman ngobrol aja. Teman-temanku pada asik sendiri."
Laut menyunggingkan lengkungan tipis. "Aku gak tahu, tapi Ibu bilang namaku Laut. Awalnya aku menyukai namaku, seperti aku menyukai laut. Birunya air dan birunya langit. Seakan mereka berdua terhubung, menciptakan warna yang seolah saling bercermin. Tapi ..., aku gak nyangka, gak ngerti, ternyata laut yang aku sukai, sebenarnya monster. Dan ia, ia membuatku menjadi sendirian hidup di dunia ini."
Gadis itu terdiam lama. Rendra terpaku. Ia mengalihkan pandangan ke langit. "Yah, semua hal yang di dunia ini bisa jadi monster mengerikan. Iya, kan, Rendra?"
Mulanya, Rendra masih termenung. Sampai ia sadar, Laut bertanya. Rendra mengangguk membenarkan.
Laut berjongkok, mengambil air dengan kedua tangannya, lalu berdiri, hingga air itu habis dengan sendirinya karena celah. "Jangankan alam. Manusia sendiri pun, semua pada dasarnya terlihat baik. Tapi, siapa sangka, manusia bisa jadi jahat sewaktu-waktu. Seperti alam. Entah itu laut, gunung, sungai, hutan."
Rendra tersenyum getir. "Kalau gitu. Hidup memang semenyeramkan itu ya? Mau bagaimanapun, kita sudah terlanjur hidup sampai di detik ini. Harus dijalani. Entah itu jalan hidup kita laksana berjalan di jalan tol atau gunung atau mungkin seperti saat berlayar di laut. Semua punya rintangan masing-masing."
Bibir Laut mengembang. "Setidaknya, aku harus mulai belajar kembali mencintai laut kan? Maksudku, diriku sendiri. Laut itu memang mengerikan, paling tidak, dia mengajarkan untuk tetap bertahan."
•••
Ketika aku lebih menyukai gunung dibanding laut.
-Rainyshaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Hujan
Short Story[Completed] Ini hanya kumpulan kisah. Saat jenuh telah menguasai dan hujan membenamkan wajah di tengah dinginnya. Awal di-publish pada : 25 Nov 2018 Copyright© 2018, by Rainyshaa